Halaman

Selasa, 21 Agustus 2012

Inginku Sempurnakan Separuh Agamaku

Di zaman ini tidak ragu lagi penuh godaan di sana-sini. Di saat wanita-wanita sudah tidak lagi memiliki rasa malu. Di saat kaum hawa banyak yang tidak lagi berpakaian sopan dan syar’i. Di saat perempuan lebih senang menampakkan betisnya daripada mengenakan jilbab yang menutupi aurat. Tentu saja pria semakin tergoda dan punya niatan jahat, apalagi yang masih membujang. Mau membentengi diri dari syahwat dengan puasa amat sulit karena ombak fitnah pun masih menjulang tinggi. Solusi yang tepat di kala mampu secara fisik dan finansial adalah dengan menikah.

Menyempurnakan Separuh Agama
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu,  ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا تَزَوَّجَ العَبْدُ فَقَدْ كَمَّلَ نِصْفَ الدِّيْنِ ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي النِّصْفِ البَاقِي
Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah pada Allah pada separuh yang lainnya.” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shahihah no. 625)
Lihat bahwa di antara keutamaan menikah adalah untuk menyempurnakan separuh agama dan kita tinggal menjaga diri dari separuhnya lagi. Kenapa bisa dikatakan demikian? Para ulama jelaskan bahwa yang umumnya merusak agama seseorang adalah kemaluan dan perutnya. Kemaluan yang mengantarkan pada zina, sedangkan perut bersifat serakah. Nikah berarti membentengi diri dari salah satunya, yaitu zina dengan kemaluan. Itu berarti dengan menikah separuh agama seorang pemuda telah terjaga, dan sisanya, ia tinggal menjaga lisannya.
Al Mula ‘Ali Al Qori rahimahullah dalam Mirqotul Mafatih Syarh Misykatul Mashobih berkata bahwa sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambertakwalah pada separuh yang lainnya”, maksudnya adalah bertakwalah pada sisa dari perkara agamanya. Di sini dijadikan menikah sebagai separuhnya, ini menunjukkan dorongan yang sangat untuk menikah.
Al Ghozali rahimahullah (sebagaimana dinukil dalam kitab Mirqotul Mafatih) berkata, “Umumnya yang merusak agama seseorang ada dua hal yaitu kemaluan dan perutnya. Menikah berarti telah menjaga diri dari salah satunya. Dengan nikah berarti seseorang membentengi diri dari godaan syaithon, membentengi diri dari syahwat (yang menggejolak) dan lebih menundukkan pandangan.”

Kenapa Masih Ragu untuk Menikah?
Sebagian pemuda sudah diberikan oleh Allah keluasan rizki. Ada yang kami temui sudah memiliki usaha yang besar dengan penghasilan yang berkecukupan. Ia bisa mengais rizki dengan mengolah beberapa toko online. Ada pula yang sudah bekerja di perusahaan minyak yang penghasilannya tentu saja lebih dari cukup. Tetapi sampai saat ini mereka  belum juga menuju pelaminan. Ada yang beralasan belum siap. Ada lagi yang beralasan masih terlalu muda. Ada yang katakan  pula ingin pacaran dulu. Atau yang lainnya ingin sukses dulu dalam bisnis atau dalam berkarir dan dikatakan itu lebih urgent. Dan berbagai alasan lainnya yang diutarakan. Padahal dari segi finansial, mereka sudah siap dan tidak perlu ragu lagi akan kemampuan mereka. Supaya memotivasi orang-orang semacam itu, di bawah ini kami utarakan manfaat nikah yang lainnya.
(1) Menikah akan membuat seseorang lebih merasakan ketenangan.
Coba renungkan ayat berikut, Allah Ta’ala berfirman,
وَمِنْ ءَايَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya.” (QS. Ar-Ruum: 21). Lihatlah ayat ini menyebutkan bahwa menikah akan lebih tentram karena adanya pendamping. Al Mawardi dalam An Nukat wal ‘Uyun berkata mengenai ayat tersebut, “Mereka akan begitu tenang ketika berada di samping pendamping mereka karena Allah memberikan pada nikah tersebut ketentraman yang tidak didapati pada yang lainnya.” Sungguh faedah yang menenangkan jiwa setiap pemuda.
(2) Jangan khawatir, Allah yang akan mencukupkan rizki
Dari segi finansial sebenarnya sudah cukup, namun selalu timbul was-was jika ingin menikah. Was-was yang muncul, “Apa bisa rizki saya mencukupi kebutuhan anak istri?” Jika seperti itu, maka renungkanlah ayat berikut ini,
وَأَنكِحُوا اْلأَيَامَى مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَآئِكُمْ إِن يَكُونُوا فُقَرَآءَ يُغْنِهِمُ اللهُ مِن فَضْلِهِ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An Nuur: 32). Nikah adalah suatu ketaatan. Dan tidak mungkin Allah membiarkan hamba-Nya sengsara ketika mereka ingin berbuat kebaikan semisal menikah.
Di antara tafsiran Surat An Nur ayat 32 di atas adalah: jika kalian itu miskin maka Allah yang akan mencukupi rizki kalian. Boleh jadi Allah mencukupinya dengan memberi sifat qona’ah (selalu merasa cukup) dan boleh jadi pula Allah mengumpulkan dua rizki sekaligus (Lihat An Nukat wal ‘Uyun). Jika miskin saja, Allah akan cukupi rizkinya. Bagaimana lagi jika yang bujang sudah berkecukupan dan kaya?
Dari ayat di atas, Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,
التمسوا الغنى في النكاح
Carilah kaya (hidup berkecukupan) dengan menikah.”  (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim mengenai tafsir ayat di atas).
Disebutkan pula dalam hadits bahwa Allah akan senantiasa menolong orang yang ingin menjaga kesucian dirinya lewat menikah. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang tiga golongan yang pasti mendapat pertolongan Allah. Di antaranya,
وَالنَّاكِحُ الَّذِي يُرِيدُ الْعَفَافَ
“… seorang yang menikah karena ingin menjaga kesuciannya.” (HR. An Nasai no. 3218, At Tirmidzi no. 1655. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan). Ahmad bin Syu’aib Al Khurasani An Nasai membawakan hadits tersebut dalam Bab “Pertolongan Allah bagi orang yang nikah yang ingin menjaga kesucian dirinya”. Jika Allah telah menjanjikan demikian, itu berarti pasti. Maka mengapa mesti ragu?
(3) Orang yang menikah berarti menjalankan sunnah para Rasul
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلاً مِن قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجًا وَذُرِّيَّةً
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan.” (QS. Ar Ra’du: 38). Ini menunjukkan bahwa para rasul itu menikah dan memiliki keturunan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَرْبَعٌ مِنْ سُنَنِ الْمُرْسَلِينَ الْحَيَاءُ وَالتَّعَطُّرُ وَالسِّوَاكُ وَالنِّكَاحُ
Empat perkara yang termasuk sunnah para rasul, yaitu sifat malu, memakai wewangian, bersiwak dan menikah.” (HR. Tirmidzi no. 1080 dan Ahmad 5/421. Hadits ini dho’if sebagaimana kata Syaikh Al Albani dan Syaikh Syu’aib Al Arnauth. Namun makna hadits ini sudah didukung oleh ayat Al Qur’an yang disebutkan sebelumnya)
(4) Menikah lebih akan menjaga kemaluan dan menundukkan pandangan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
Wahai para pemuda, barangsiapa yang memiliki baa-ah[1], maka menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu bagai obat pengekang baginya.” (HR. Bukhari no. 5065 dan Muslim no. 1400). Imam Nawawi berkata makna baa-ah dalam hadits di atas terdapat dua pendapat di antara para ulama, namun intinya kembali pada satu makna, yaitu sudah memiliki kemampuan finansial untuk menikah. Jadi bukan hanya mampu berjima’ (bersetubuh), tapi hendaklah punya kemampuan finansial, lalu menikah. Para ulama berkata, “Barangsiapa yang tidak mampu berjima’ karena ketidakmampuannya untuk memberi nafkah finansial, maka hendaklah ia berpuasa untuk mengekang syahwatnya.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim)
Itulah keutamaan menikah. Semoga membuat mereka-mereka tadi semakin terdorong untuk menikah. Berbeda halnya jika memang mereka ingin seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah yang belum menikah sampai beliau meninggal dunia. Beliau adalah orang yang ingin memberi banyak manfaat untuk umat dan itu terbukti. Itulah yang membuatnya mengurungkan niat untuk menikah demi maksud tersebut. Sedangkan mereka-mereka tadi di atas, bukan malah menambah manfaat, bahkan diri mereka sendiri binasa karena godaan wanita yang semakin mencekam di masa ini.

Menempuh Jalan yang Benar
Kami menganjurkan untuk segera menikah di sini bagi yang sudah berkemampuan, bukan berarti ditempuh dengan jalan yang keliru. Sebagian orang menyangka bahwa menikah harus lewat pacaran dahulu supaya lebih mengenal pasangannya. Itu pendapat keliru karena tidak pernah diajarkan oleh Islam. Pacaran tentu saja akan menempuh jalan yang haram seperti mesti bersentuhan, berjumpa dan saling pandang, ujung-ujungnya pun bisa zina terjadilah MBA (married be accident). Semua perbuatan tadi yang merupakan perantara pada zina diharamkan sebagaimana firman Allah Ta’ala,
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isro’: 32)
Kemudian nasehat kami pula bagi mahasiswa yang masih kuliah (masih sekolah) bahwa bersabarlah untuk menikah. Sebagian mahasiswa yang belum rampung kuliahnya biasanya sering “ngambek” pada ortunya untuk segera nikah, katanya sudah tidak kuat menahan syahwat. Padahal kerja saja ia belum punya dan masih mengemis pada ortunya. Bagaimana bisa ia hidupi istrinya nanti? Kami nasehatkan, bahagiakan ortumu dahulu sebelum berniat menikah. Artinya lulus kuliah dahulu agar ortumu senang dan bahagia karena itulah yang mereka inginkan darimu dan tugasmu adalah berbakti pada mereka. Setelah itu carilah kerja, kemudian utarakan niat untuk menikah. Semoga Allah mudahkan untuk mencapai maksud tersebut. Oleh karenanya, jika memang belum mampu menikah, maka perbanyaklah puasa sunnah dan rajin-rajinlah menyibukkan diri dengan kuliah, belajar ilmu agama, dan kesibukan yang manfaat lainnya. Semoga itu semakin membuatmu melupakan nikah untuk sementara waktu.
Adapun yang sudah mampu untuk menikah secara fisik dan finansial, janganlah menunda-nunda! Jangan Saudara akan menyesal nantinya karena yang sudah menikah biasa katakan bahwa menikah itu enaknya cuma 1%, yang sisanya (99%) “enak banget”. ....
* aya aya wae yue....

Sabtu, 11 Agustus 2012

Mawar Yang Malang


Bak sekuntum mawar dikau berkembang
Harum menyebar.. Memikat kumbang
Tubuhmu segar.. Hatimu jalang
Yang tak benar.. Sering kau terjang
Gemar melanggar apa yang terlarang
Kapan kau sadar wahai wanita malang?

Music bergetar.. Dikau berdendang
Beputar-butar.. Bersenang-senang
Menolak cadar.. Tubuh telanjang
Hidup tercemar.. Selalu membangkang
Tapi.. Nian hambar nasibmu kembang..
Zaman berputar.. Tangkaipun tumbang
Cahyapun pudar.. Lalu menghilang
Tubuh gemetar.. Lapuklah tulang
Kulit memar.. Gigipun renggang

Cantik dan tenar tinggal dikenang
Kini terkapar di atas ranjang
Baru tersadar hidup tiadalah panjang
Dibungkus tikar dikau terlentang
Lalu dihampar di dalam liang
Para pengantar segera pulang
Dikau terlantar di dalam lubang
Suara gelegar kini menerjang
Dikau dicecar makhluk yang garang
Jika tak benar jawab seseorang
Api berkobar akan memanggang

Mari.. Marilah sadar aduhai mojang
Kenakan cadar..!! Janganlah kau telanjang..!!
Niscaya.. Bahagia hidupmu pasti
Di dunia ini dan di akhirat nanti
Jangan ragu, oh wahai mawarku..

Sabtu, 04 Agustus 2012

Aku Ingin Menikah, Tapi...

Pernikahan, adalah momen penting bagi setiap orang. Termasuk juga bagiku. Setelah sekian lama, aku berharap kejadian sakral itu segera terjadi dalam hidupku.

Aku benar- benar ingin menikah, tapi...  
Aku belum bisa memantaskan diriku dengan keikhlasan karena Allah, untuk sebuah pengabdian kepada seorang laki- laki. Ya, laki- laki yang nantinya akan menjadi suamiku. Semua karena masih besarnya egoku, dan susahnya diriku, bahkan untuk sekedar menyenangkan orang lain. Yang ada malah, aku ingin selalu dimanjakan dan disenangkan. Tak ada istilah kemakluman bagiku atas diri orang lain. Karena itu sungguh sangatlah sulit untuk ku lakukan. Tidak ada istilah `kita` dalam hidupku, yang ada adalah, kamu dan aku.

Aku ingin menikah, tapi... 
aku belum bisa dan belum terbiasa untuk berbagi. Bagiku, semua milikku adalah milikku, dan menurutku orang lainpun harus berusaha sendiri untuk mendapatkan sesuatu yang kemudian akan menjadi milik mereka.

Aku ingin menikah, tapi...
aku belum bisa bersabar. Aku terbiasa mengumbar emosiku atas apapun yang aku mau dan yang aku suka. Yang aku mau adalah, justru orang lain bersabar atas apa adanya aku. Yang aku mau adalah, orang lain selalu membenarkan apapun pendapatku, serta menurutinya.

Aku ingin menikah, Tapi... 
aku belum bisa bersikap lembut. Buatku, lembut adalah lemah. Dan menurutku, wanita lembut adalah identik dengan ketidak mampuan mereka untuk melawan dan hanya sekedar menuruti keinginan orang lain.

Aku ingin menikah, tapi...
aku adalah pribadi yang susah dipercaya. Bagiku kejelekan siapapun, kecuali diriku sendiri adalah sesuatu yang enak untuk dibicarakan dan bagiku itu adalah hiburan. Kadang aku bertanya pada diri sendiri, lalu bagaimana jika nanti suamiku memiliki kekurangan yang jelas- jelas aku akan tahu.. entahlah, yang aku tahu aku hanya ingin menikah.

Aku ingin menikah, Tapi...
 aku belum bisa tampil indah bagi orang lain. Menurutku, orang lain harus menerima apa adanya aku. Jika mereka tak menyukainya, itu hak mereka dan bukan urusanku. Dalam pikiranku, kritik adalah tuntutan orang lain atas aku, dan sama sekali aku tidak suka itu.

Aku ingin menikah, tapi...
aku tak tahu atas niatan apa aku ingin menikah. Yang aku tahu, aku hanya membutuhkan seseorang yang akan mendampingi aku. Paling tidak supaya aku tidak mendapat julukan `tidak laku`.. saja. Dan aku tidak mau diribetkan dengan rentetan tuntutan dan kewajiban dari sebuah pernikahan. Yang aku tahu, aku hanya ingin menikah.

Aku ingin menikah, tapi...
mungkin sebaiknya aku bertanya kepada diriku sendiri dahulu, Aku memang ingin menikah, tapi apakah aku sudah benar- benar mempersiapkan diri untuk menikah?

Jumat, 03 Agustus 2012

Orangtua Wajib Shalih, Karena Sikapnya Jadi Teladan bagi Anak

Seorang lelaki yang kini sudah menjadi seorang pengusaha sukses, bercerita bahwa kehidupannya sangat bersahaja ketika kecil. Ia lahir dalam sebuah keluarga sederhana yang menggantungkan penghidupan dari gaji pegawai. Kehidupan pas-pasan dengan empat orang saudara, membuatnya berpikir bahwa kebahagiaan terletak pada kekayaan yang dimiliki seseorang. Ia bahkan berpikir keras untuk menjadi seorang bisnismen sejati daripada menjadi pegawai seperti orangtuanya yang tak mampu berbuat banyak untuk mencukupi kebutuhan keluarga.

Jadilah ia seorang pengusaha yang memulai usahanya dari nol dengan gigih. Ia kemudian berhasil menjadi pengusaha sukses tetapi ia kemudian menjadi orang yang nyaris tak punya hati dengan berlaku sangat keras pada bawahannya. Ia sangat sering memarahi bawahannya dan mengejar target tanpa memperhitungkan kesejahteraan karyawan. Sebuah peringatan dari Allah SWT berupa  kehancuran rumah tangga dan ambruknya perusahaan membuatnya kemudian menyadari bahwa kekayaan bukanlah segala-galanya yang akan membahagiakan kehidupan seseorang. Berbekal kesadaran inilah ia kemudian berusaha memperbaiki diri dan kembali sukses.

Tujuan Hidup
Kisah di atas adalah sebuah pelajaran terutama bagi kita sebagai orangtua bahwa apa yang direkam anak dalam benaknya semasa kecil adalah latar belakang terkuat yang nantinya akan banyak mempengaruhi pandangan hidup dan tindakannya ketika dewasa. Saat si anak merasa bahwa ia hidup kekurangan dan orangtuanya tidak memberikan arahan yang benar tentang tujuan hidup yang sebenarnya, anak akan mencari-cari sendiri tujuan hidup dengan persepsi yang belum tentu benar. Seperti persepsi anak tersebut yang menyangka bahwa kekayaan adalah sumber kebahagiaan.
…apa yang direkam dalam benak anak semasa kecil adalah latar belakang terkuat yang banyak mempengaruhi pandangan hidup ketika dewasa…
Sikap orangtua juga akan menjadi pijakan haluan anak untuk mengambil tindakan. Seperti sikap orangtua yang terkadang sudah merasa telah berbuat yang terbaik untuk anak-anaknya tetapi sebenarnya belum mencapai upaya maksimal. Anak tersebut merasa bahwa orangtuanya tak banyak bekerja keras untuk menyejahterakan keluarga karena ia melihat bahwa masih banyak waktu luang yang dimiliki orangtuanya diluar jam kerjanya sebagai pegawai sebuah instansi pemerintah. Melihat kondisi orangtuanya seperti itu, ia kemudian berkesimpulan bahwa ketidakoptimalan tindakan orangtuanya itulah yang membuatnya hidup dalam kekurangan. Maka, jadilah ia orang yang gila kerja dan memperlakukan anak buahnya tanpa tenggang rasa.

Usaha, baru Menerima
Sikap orangtua adalah contoh bagi anak. Bila orangtua mencontohkan sikap hidup yang suka bekerja keras tetapi tetap memberikan perhatian yang besar untuk keluarga, tentu anak juga akan belajar bekerja keras untuk menyayangi dan memberikan yang terbaik untuk orang-orang di sekelilingnya.

Namun, sayangnya, hingga hari ini, yang seringkali kita lihat justru adalah sikap orangtua yang tak banyak berusaha menyejahterakan kehidupan anaknya tetapi merasa sudah lelah bekerja. Ungkapan-ungkapan seperti, “hidup ini harus nrimo (menerima)”, sabar dan qona’ah (menerima apa adanya), lalu hidup harus banyak bersyukur adalah kata-kata yang banyak dilontarkan pada anak. Namun, minim contoh bahwa bersyukur, sikap qona’ah, dan nrimo itu adalah sikap yang wajib kita iringkan setelah berusaha semaksimal mungkin. Sehingga tak heran, jika saat ini fenomena yang terjadi pada masyarakat kita adalah fenomena orang-orang yang selalu mencari jalan pintas untuk mendapatkan uang tanpa perlu banyak berusaha.

Karena itu, bukan sesuatu yang mustahil, bila sebenarnya tindakan korupsi, premanisme, kemalasan, dan kemiskinan sebenarnya berasal dari contoh-contoh yang dibangun dari rumah.

Tentu, bila kondisi ini sudah terjadi amat beratlah pertanggung-jawab kita sebagai orangtua di hadapan Allah SWT kelak. Oleh karena itu, marilah bersama-sama membangun sebuah keluarga yang benar-benar mencintai sikap suka bekerja keras dengan terlebih dahulu mengawalinya dari contoh-contoh kita sebagai orangtua yang juga konsisten bekerja keras. Berbahagialah dengan sabda Rasul-Nya, “Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang berkarya. Dan barangsiapa bekerja keras untuk keluarganya maka ia seperti pejuang di jalan Allah Azza wa Jalla.” (HR. Ahmad)

Dengan perkenan-Nya, Allah SWT juga akan mengijabah doa-doa kita untuk menjadikan anak-anak kita sebagai orang-orang yang gemar bekerja keras, bertanggung-jawab tetapi tetap penuh kasih sayang terhadap orang-orang di sekelilingnya. Seperti apa yang pernah kita contohkan. Seperti apa yang kita teladani dari Rasulullah SAW

Tetap Tenang Saat Jodoh Terlambat Datang

Pasangan hidup adalah salah satu dari "stasiun" perjalanan bagi semua manusia. Disanalah kehidupan baru dimulai, lengkap dengan semua pernak- pernik pelajaran yang akan membuat manusia memaknai arti kebahagiaan yang sebenarnya. Namun, proses ini bagi sebagian orang ternyata tidak gampang dilalui begitu saja. Mereka mendapati, justru dalam bagian inilah cobaan dan gemblengan hidup dimulai. Saat usia yang berjalan tak dapat lagi dihentikan, namun jodoh dan pelengkap hidupnya tidak kunjung datang, saat itu pula kegundahan hati menjadi terakrabi.

Banyak yang kemudian menyikapinya dengan sederhana, tetap berikhtiar, walau tetap diselipi kegundahan atas sebuah kepastian datangnya hari pertemuan. Namun, tak sedikit juga yang melakukan seribu satu cara, agar terhindar dari cacian makian manusia, dan atau sekedar untuk menyudahi kesedihan hati.

Namun, bisakah kita berhenti sejenak, dan membiarkan pikiran jernih yang menguasai kita. Memang siappapun tidak akan ada yang ingin melampaui cobaan yang seperti ini. Namun bukankah garis takdir itu sudah pasti dan Allah SWT jugalah tidak akan memberi cobaan yang melampui kemampuan hambanya?

Terkadang, banyak pelajaran yang bisa kita petik atas sebuah keinginan yang ternyata tertunda untuk terjadi. Dengan tertundanya kebahagiaan itu, siapa tahu Allah sedang mengajari kita atas sebuah makna dari menghargai. Ya, ketika jodoh telah datang, nantinya kita akan menjadi pribadi yang lebih manis dalam bersyukur serta memperlakukan. Dan kita akan menjadi lebih istimewa karenanya.

Dengan tertundanya pertemuan itu, mungkin Allah ingin memberikan yang lebih pas untuk kita. Dan atau dengan tertundanya jodoh itu, Allah telah memberikan skenario penggemblengan dan proses tersendiri bagi jodoh kita, sehingga kelak ketika dia bertemu dengan kita lewat sebuah pernikahan, pribadi yang lebih matang dan siap menjadi pelengkap kita, telah menjadi bagian dari kepribadiannya.

Dan bersabar adalah salah satu kunci menaklukkan keadaan ini. Sungguh, Allah pun telah berfirman "Mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan sholat" (QS. Al Baqarah:153).
Maka, tidak ada jalan lain yang lebih baik selain hanya mengembalikan semua urusannya kepada Allah dengan berdo’a dan merendahkan diri di hadapanNya. Karena Allah SWt telah berfirman,

“Dan jika hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku maka katakanlah Aku sangat dekat. Aku mengabulkan do’a orang yang berdo’a jika ia berdo’a kepada-Ku.. (QS. Al-Baqoroh:186)
Lagi-lagi, semua ini hanya sanggup dan bisa dimaknai oleh para hati yang selalu berprasangka baik dan bertawakkal kepada Allah SWT. Sebagai hasilnya, kebahagiaan akan tetap menjadi bagian dari hari- harinya, karena sebuah keyakinan juga melekat kuat dalam bentuk iman.

Semua hal dibawah langit ini, terjadi dengan waktu- waktunya sendiri. Pun demikian dengan kedatangan jodoh yang belum kunjung datang saat ini. Sungguh, Allah SWT maha tahu apa yang kita butuhkan, serta saat yang tepat untuk semua itu terpenuhi. Dan Allah juga maha dekat pertolongannya atas apapun kesulitan yang kita hadapi.Dan di dunia ini, tidak ada yang lebih mengerti dan mengetahui apapun kesulitan dan keinginan yang terbersit dalam hati kita, kecuali hanya Allah saja. Dan Allah lah juga yang paling tahu, yang terbaik bagi kita, dalam segala hal.

Sungguh, kerisauan itu adalah sebuah hal yang manusiawi. Namun, hal tersebut tidak membawa dampak apapun, kecuali membuat pikiran kita semakin tertutup dari kebaikan, dan mendekatkan diri dengan kesedihan.Namun justru ketenangan yang didasari iman, tawakkal, serta prasangka baik kepada Allah, yang akan menyejukkan dan mengistimewakan kita. InsyaAllah.

When I Fall In Love....

Cinta oh cinta...


Virus merah jambu yang satu ini bisa nangkring di hati siapa aja tanpa pandang bulu, datang nggak dijemput, pulang nggak dianter. Keeksisannya juga bakalan nguras abies pikiran, tenaga, emosi, materi, dll, dsb.  Tapi efeknya juga, bakal melebihi sihir yang paling dahsyat sekalipun. Yups, bisa menjadikan pemiliknya lebih aneh dari yang teraneh.  Itulah... cinta


Sebagai deteksi awal kalau kamu udah terjangkiti virus ini adalah dengan logika kamu yang raib tiba- tiba alias jalan- jalan dan nggak balik- balik lagi. Apapun yang kamu hadapi dan kamu rasakan seakan jadi indah semua, dan yang ada cuman rasa bahagia.  Nggak  jarang  “nasib tragis” juga ikut ikutan nimbrung bagi yang patah hati gara- gara cinta ini. Ada yang suka nangis- nangis sendiri, atau malah nyanyi nggak jelas sambil ktawa- ktiwi, heee. Ituh baru berat kotornya boz, belum termasuk suka ngelamun, ngebayangin lagi dan lagi tentang yang dicintai , ngebayangin waktu mereka berdua dulu pertama kali kenalan, pertama ketemu, waktu pertama ngobrol, plus momen- momen spesial lainnya.


Masih ingat tentang cerita Mugits N’ Barirah, sampai- sampai Rasulullah yang kala itu bersama Abbas bin Abdul Muthalib pun bersabda dalam Shahih Bukhari, “Wahai Abbas, tidakkah kamu takjub akan kecintaan Mughits terhadap Barirah dan kebencian Barirah terhadap Mughits?” . “Betul,” jawab Abbas, “Demi Zat Yang Mengutusmu, sungguh urusan mereka sangat aneh.”


Virus cinta emang dahsyat banget. Cinta juga bisa ngebuat orang jadi nggak bisa dinasehatin, soalnya apapun yang kaitannya sama orang yang dicintainya, wuuuihh rasanya indah banget. Walopun may be orang yang sadar menganggap hal itu lebay atopun cupu banget, tapi dasar  orang udah in love, apapun juga bakal di lakuin terus. Matanya itu lho, indah banget. . . Wajahnya juga sweet banget n gak ngebosenin untuk di lihat...senyumnya bikin darah naik turun... coolnya bikin Penasaran abies... bla..bla..bla...


Walo kesannya jadi rada ajaib ya. Tapi ya gitu deh namanya orang jatuh cinta, data base di otak serasa nggak jalan lagi. Trus logikanya juga apa kabar buuu’???. Apalagi kalo jatuh cinta itu judulnya “cinta pertama”. Hmmm, pasti bakal susah banget di lupainnya. Tapi nich kalo nggak berbalas, widiwww serasa tsunami siaga 1. Yang paling kelas ringan sih, cuman bilang lo.. gue..End!! abies itu nangis sampe guling-guling, atau yang kelas berat yang nekat ngakhirin hidupnya, gara- gara patah hati. Ck.. Ck.. Ck.. sadiz abiees. Yups, begitulah gambaran sekilas tentang orang yang fall in lope.


Nah itulah salah satu bukti juga, kalau kita ternyata nggak bisa hidup sendiri. Allah Azza wa Jalla bahkan berfirman dalam Alquran kalau kita diciptakan berpasang- pasangan. Jadi ya normal kalau kamu yang mulai tumbuh dewasa, dan ngerasa nggak bisa hidup sendiri, walaupun kamu punya keluarga. Thats very much normal, beib.


Dan cinta itu adalah anugrah, maka dari itu, cinta  harusnya kudu bisa buat kita semua bahagia. Tapi kalau sampai itu ternyata malah menyiksa,  may be kamu kudu ngulik lagi deh. Kriterianya cuman tersisa yaitu, “cinta” kamu itu adalah cobaan atau bisa jadi malah pengekspresian nafsu kamu yang meledak- ledak. Nah, “cinta” kamu termasuk kriteria yang mana, kamu dan hatimu sendiri yang tahu.


Banyak orang ngaku kalau mereka punya cinta yang paling suci buat yang di cintainya. Tapi sayang banget, kenyataan yang terjadi malah jauh dari dugaan. Ngebayanginnya aja miris.  Pernah nggak ngehitung berapa banyak temen- temen kamu yang udah pada kebabalasan gara- gara pacaran. Apakah mereka punya rencana di awal, untuk ngalamain keadaan mereka yang sekarang? Jawabannya pastilah nggak. Tapi menyedihkan banget ya keadaan mereka sekarang itu. Terbukti banget bahwa si setan nggak pernah bakal rela ngeliat kamu baik. Dengan cara apapun nggak bakal tuh makhluk terkutuk diem aja membiarkan kamu lepas dari maksiat, sampai akhirnya kamu desperate dan atau minimal hancur masa depan kamu lah.


Trus enaknya gimana nich kalo kita lagi in lope? Santey aja kya dipantey, soal jodoh nggak bakal kemana- mana friend, jangan kawatir. Allah sendiri sudah berfirman kalo laki- laki yang baik untuk perempuan yang baik. Itu janji Allah bos, en pasti nggak bakalan di ingkari deh. Mangkanya kalau kamu pengen seseorang yang baik buat pasangan kamu, kenapa kamu nggak buru- buru memperbaiki diri, sehingga kamu pas dan pantas menurut Allah buat dipasangin dengan dia.


Trus kalau kamu bilang, pacaran tuh di butuhkan kali’, buat saling mengenal. Wah...berdasarkan fakta yang udah kejadian di luaran nich, pacaran malah bisa nyiptain seribu satu kamuflase biar orang yang mencintai bisa  tampil perfect di depan dicintai, paling nggak buat kesan pertama lah. Ya iyalah, pasti semuanya juga begitu, kalau nggak nggak bakalan diterima.  Tapi sayang sekali, selanjutnya musibah seumur hidup seperti hilangnya virginitas, sampe MBA pun bener- bener kejadian.


Ternyata, ibarat rumah yang kudu ada pagarnya biar aman, orang hidup juga butuh aturan ternyata, friend. Dan aturan kita sebagai muslim udah di kupas tuntas di Alquran. Ada yang namanya proses taaruf, sebelum kita merit bro. Disana kita bisa saling ngenal, tapi tetap dalam aturan Allah.


So, jaga cinta kamu yang baik itu, yang kamu punya satu- satunya itu, agar tetep indah dan bukan justru malah jadi bom waktu yang bakal ngerusak kamu sendiri. Be Smart, With UR love, Ok guys!...............

Cowok Keren Versi Islam (Khusus Buat Para Cowok)

Gaya hidup hedonis yang banyak di gaungkan oleh para orang- orang kafir saat ini, sadar nggak sadar udah banyak menyeret kita dalam standar kehidupan ala mereka. Contoh aja nich, mereka banyak menilai derajat manusia berdasarkan penampilan fisik dengan segala aksesorisnya aja.

Kriteria cowok keren salah satunya, adalah kamu yang mampu berpenampilan oke. Atau dalam kata lain, kalau mau di bilang keren kudu wajib berpenampilan modis. Nggak percaya? Lihat aja, iklan produk minyak rambut, fashion, parfum, sepatu, mobil, sampai rokok, selalu disejajarkan dengan julukan cowok keren.

Dan wabah hedonis ini akhirnya merepotkan banget bagi para korbannya. Soalnya, buat mendukung penuh gaya hidup mereka, tentu saja butuh modal gede. Dan akhirnya, bagi para korban yang kantongnya cekak, segala carapun di lakoni, buat memuaskan gaya hidup mereka yang serba mewah.

Padahal pepatah bilang “don’t judge the book by its cover”. Artinya, nggak semua yang kelihatan baik, "dalam"nya juga pasti baik. Punya tampang eye catching, atau setelan esmud, plus potongan rambut dan sepatu klimis abis, belum menjamin kalau "dalam"nya juga bakal se_oke yang ditampilkan.

Selain penampilan dan gaya hidup, cowok keren juga para kaum hedonis tunjukkan dengan mereka yang punya fisik yang oke. Standarnya, wajah handsome, no jerawat dengan dagu lancip belah tengah, plus kulit yang terawat. Mereka melakukan semua ini buat menonjolkan sex appeal atau daya tarik seksualnya.

Mau tahu sebabnya? karena para kaum hedonis ini menganggap hubungan pria dan wanita nggak punya nilai lebih selain untuk pemuasan syahwat semata.

Friend, dan tahukah kamu, siapakah para "pengemban dakwah" para kaum hedonis itu saat ini? yups, kebanyakan dari mereka mendapat julukan selebritis yang punya gaya hidup metropolis.

Dan materi "dakwah" mereka adalah untuk menunjukkan kepada kamu semua kalau kemuliaan seseorang hanya dinilai dari penampilan fisik dan gaya hidup. Padahal tahukah kamu friend,  itu semua cuma sementara banget dan nggak berarti di hadapan Allah.

Trus emang salah ya kalau punya penampilan keren dan oke? ya jelas nggak lah. Allah juga sangat menyukai keindahan selama masih dalam batasan dan aturan-Nya. Tapi yang perlu kamu ingat, Allah swt juga tidak melihat kemuliaan seseorang itu dari wajah, pakaian, atau penampilan dengan segala aksesorisnya,tapi dari hati dan ketakwaannya. firman Allah swt.:

“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.” (QS. al-Hujurât [49]: 13)

Jadi keren aja mana cukup, friend. Dahulu aja, para sahabat Rasulullah saw nggak cuma sekedar keren, tapi juga oke dalam iman. Contohnya Mushab bin Umair. Seorang remaja muslim yang jadi duta pembuka dakwah pertama kalinya di Madinah. Dia dibesarkan di tengah keluarga quraisy terkemuka. Wajahnya tampan, hidupnya mewah, serba kecukupan, dan selalu jadi "the star" di tempat-tempat pertemuan. Maka, nggak salah juga kalau dia akhirnya menjadi buah bibir para gadis-gadis di kota mekah.

Tapi jauh dari semua itu, bakat keren yang dimilikinya bener- bener bertambah setelah dia meninggalkan semua kemewahan itu karena imannya untuk memeluk Islam. Sampai Rasulullah saw. berkata: “Dahulu saya lihat Mush’ab ini tak ada yang mengimbangi dalam memperoleh kesenangan dari orangtuanya, kemudian ditinggalkannya semua itu demi cintanya kepada Allah dan rasul-Nya.”

So, buat kamu para cowok, jangan bangga kalau kamu cuma bisa sekedar tampil keren, tapi nggak sholeh, berilmu, dan bertakwa. Kalau kamu belum bisa menukar segala kesenangan duniawi dengan kemuliaan di hadapan Allah, berarti ke-keren-an kamu masih perlu diragukan alias kurang valid. Karena apa? karena kerennya fisik pasti ada tanggal kadaluarsanya, tapi kerennya iman,akhlak, dan kebaikan itu yang bakal abadi sepanjang masa.

Kamis, 02 Agustus 2012

Lebih Utama Mana Bagi Wanita: Tarawih di Masjid atau di Rumah?

Shalat Tarawih bagi wanita di masjid maupun di rumah semuanya adalah amal ma'ruf, namun shalat di rumah lebih afdhol, lebih baik dan lebih utama.

Wanita adalah kehormatan yang wajib dijaga. Kondisi yang paling dekat kepada Robbnya adalah ketika dia di dalam rumahnya. Ibnu Hibban meriwayatkan;

صحيح ابن حبان - مخرجا (12/ 413)
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:  «الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ، فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ، وَأَقْرَبُ مَا تَكُونُ مِنْ رَبِّهَا إِذَا هِيَ فِي قَعْرِ بَيْتِهَا»


Dari Abdullah dari Nabi SAW beliau bersabda; Wanita adalah aurot. Jika dia keluar maka Syetan akan mengawasinya. Dia berada dalam kondisi paling dekat dengan Robbnya adalah ketika dia di dalam rumahnya
(H.R. Ibnu Hibban)

Semakin tertutup seorang wanita, maka semakin baiklah dia. Dalam shalatpun semakin tersembunyi dia maka semakin afdhollah shalatnya. Abu dawud meriwayatkan;

سنن أبى داود (2/ 181)
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ صَلَاةُ الْمَرْأَةِ فِي بَيْتِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي حُجْرَتِهَا وَصَلَاتُهَا فِي مَخْدَعِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي بَيْتِهَا


Dari Abdullah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Shalat seorang wanita di kamarnya lebih utama baginya daripada shalatnya di ruang tengahnya, dan shalat seorang wanita di ruang yang kecil lebih utama baginya daripada dirumadi kamarnya."
(H.R. Abu Dawud)

Seorang wanita di zaman Rasulullah Shallalahu 'Alaihi Wasallam pernah meminta izin kepada Rasulullah Shallalahu 'Alaihi Wasallam untuk shalat di masjid karena suka shalat berjamaah dengan beliau. Nabi tidak melarangnya, namun tetap menekankan bahwa shalat di rumahnya lebih baik dan lebih utama. Imam Ahmad meriwayatkan;

مسند أحمد (55/ 45)
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سُوَيْدٍ الْأَنْصَارِيِّ عَنْ عَمَّتِهِ أُمِّ حُمَيْدٍ امْرَأَةِ أَبِي حُمَيْدٍ السَّاعِدِيِّ
أَنَّهَا جَاءَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أُحِبُّ الصَّلَاةَ مَعَكَ قَالَ قَدْ عَلِمْتُ أَنَّكِ تُحِبِّينَ الصَّلَاةَ مَعِي وَصَلَاتُكِ فِي بَيْتِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلَاتِكِ فِي حُجْرَتِكِ وَصَلَاتُكِ فِي حُجْرَتِكِ خَيْرٌ مِنْ صَلَاتِكِ فِي دَارِكِ وَصَلَاتُكِ فِي دَارِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلَاتِكِ فِي مَسْجِدِ قَوْمِكِ وَصَلَاتُكِ فِي مَسْجِدِ قَوْمِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلَاتِكِ فِي مَسْجِدِي
قَالَ فَأَمَرَتْ فَبُنِيَ لَهَا مَسْجِدٌ فِي أَقْصَى شَيْءٍ مِنْ بَيْتِهَا وَأَظْلَمِهِ فَكَانَتْ تُصَلِّي فِيهِ حَتَّى لَقِيَتْ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ


Dari Abdullah bin Suwaid Al Anshari dari bibinya Ummu Humaid isteri Abu Humaid As Sa'di, bahwa dia menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku menyukai shalat bersamamu!" Beliau bersabda: "Aku sudah tahu jika kamu suka shalat denganku, namun shalatmu di kamarmu lebih baik daripada shalatmu di ruang tengah rumahmu, dan shalatmu di ruang tengah rumahmu  lebih baik daripda shalat di rumah besarmu, dan shalatmu di rumah besarmu lebih baik daripada shalatmu di masjid kaummu, dan shalatmu di masjid kaummu lebih baik daripada shalat di masjidku." Ummu Humaid berkata, "Lalu dia memerintahkan untuk membuat tempat shalat di tempat yang paling pojok dalam kamarnya  dan yang paling gelap, setelah itu dia shalat di sana hingga dia menemui Allah Azza Wa Jalla.
(H.R. Ahmad)

Rasulullah Shallalahu 'Alaihi Wasallam juga merekomendasikan agar para lelaki tidak melarang wanita shalat berjamaah di masjid, namun tetap menekankan keutamaan shalat di rumah. Abu Dawud meriwayatkan;

سنن أبى داود - م (1/ 222)
 عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لاَ تَمْنَعُوا نِسَاءَكُمُ الْمَسَاجِدَ وَبُيُوتُهُنَّ خَيْرٌ لَهُنَّ ».


Dari Ibnu Umar dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah kalian melarang kaum wanita pergi ke masjid, akan tetapi sebenarnya rumah rumah mereka itu lebih baik bagi mereka." (H.R.Abu Dawud)

Semua dalil-dalil ini menunjukkan bahwa shalat yang dilakukan wanita baik shalat  lima waktu, shalat Tarawih, dan semua shalat sunnah lainnya tidak dilarang jika dilakukan secara berjamaah di masjid, namun lebih utama jika dilakukan di dalam rumahnya.

Namun, ketika datang ke masjid wanita dilarang secara sengaja bersolek yang menarik perhatian lelaki apalagi tidak menutup aurot dengan sempurna. Hal tersebut haram secara syar'I dan yang dicela oleh Aisyah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Bukhari;

صحيح البخاري (3/ 378)
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ
لَوْ أَدْرَكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا أَحْدَثَ النِّسَاءُ لَمَنَعَهُنَّ كَمَا مُنِعَتْ نِسَاءُ بَنِي إِسْرَائِيلَ قُلْتُ لِعَمْرَةَ أَوَمُنِعْنَ قَالَتْ نَعَمْ


Dari 'Aisyah radliallahu 'anha berkata, "Seandainya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengetahui apa yang telah terjadi dengan para wanita sekarang ini, niscaya beliau akan melarang mereka (ke masjid) sebagaimana dilarangnya para wanita bani Isra'il." Yahya berkata, "Aku bertanya 'Amrah, "Apakah mereka dilarang? 'Amrah menjawab, "Ya."
(H.R.Bukhari)


Wallahua'lam.

Menikah Bukan dengan Angan-Angan

Siang itu Nadia minta waktu untuk konsultasi kepada guru ngajinya. Kepada Mbak Fida, begitu ia biasa memanggil guru ngajinya, Nadia mulai mengadukan permasalahannya, bahwa sampai saat ini ia belum bisa sepenuhnya 'cinta' kepada Ahmad, suami yang baru menikahinya dua bulan lalu.

"Memangnya ada apa dengan Ahmad, Nad?" Hati-hati Mbak Fida bertanya. Maka meluncurlah dari mulut Nadia; "Ya sebenarnya Mas Ahmad itu baik, tapi ada sesuatu yang bagi saya kurang, mbak. Mestinya seorang aktifis pengajian itu hidupnya teratur, tertib, nggak pernah ketinggalan sholat jama'ah di masjid, nggak absen sholat lail, tilawahnya 1 juz setiap hari, selalu bersikap lembut kepada istri, sabar, rapi, bisa jadi teman diskusi dan curhat istri, sempat ngajarin istri, nggak suka nonton tivi, bisa ngambil hati mertua, begitu kan mbak?"

Sambil membenahi buku-bukunya yang berantakan (istrinya sedang keluar rumah dan sepulangnya dari kantor Farhan mendapati rumahnya dalam keadaan 'porak poranda'), Farhan berkata pada dirinya sendiri, "aku pikir menikahi seorang perempuan berjilbab berarti urusan rumah tangga jadi beres. Mestinya istri itu bisa masak, terampil ngurus rumah, ibadahnya oke, pinter melayani suami, sabar, rajin, lembut, nyambung diajak diskusi, jago ngambil hati mertua...

Nadia dan Farhan boleh jadi mewakili sosok sebagian kita yang memasuki gerbang pernikahan dengan segunung angan-angan tentang sosok pasangan ideal. Tipikal seperti ini biasanya telah memiliki idealisme sendiri tentang pasangan, jauh sebelum hari pernikahan tiba. Idealisme itu begitu menguasai pikiran dan jiwa hingga terus terbawa sampai mereka menikah, dan ketika setelah menikah ternyata pasangannya tidak sebagaimana idealismenya, mereka kecewa dan kemudian cenderung menyalahkan keadaan atau pihak lain.

Memang sah-sah saja kita memiliki idealisme, termasuk idealisme tentang kriteria pasangan. Sayangnya, kebanyakan kita menyangka bahwa sebuah idealisme dapat turun begitu saja dari langit dan menjelma di hadapan kita. Padahal dengan demikian idealisme kita itu akhirnya malah menjadi angan-angan belaka.Idealisme tentang apapun tidak akan terwujud menjadi kenyataan jika tidak diperjuangkan.

Perhatikanlah firman Allah SWT dalam Surat An-Nisaa' ayat 123:
"Pahala dari Allah itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong dan tidak pula menurut angan-angan ahli kitab. Barang siapa yang mengerjakan kejahatan niscaya akan diberi balasan dengan kejahatan itu dan dia tidak mendapat pelindung dan tidak pula penolong baginya selain Allah."

Kembali kepada Nadia dan Farhan, idealisme mereka tentang kriteria pasangan telah menjadi angan-angan. Mereka mengira dengan menikahi seorang aktifis pengajian atau seorang perempuan berjilbab semua urusan menjadi beres, kehidupan rumah tangga menjadi penuh bunga harum semerbak mewangi, tidak ada kerikil apalagi ombak, pokoknya indah seperti yang dilukiskan dalam buku-buku. Angan-angan itu akan membuat mereka kecewa. Ya, sebabnya adalah seperti kata pepatah, 'tak ada gading yang tak retak' atau 'nobody's perfect' (tak ada orang yang sempurna). Tidak ada manusia yang ma'shum (terjaga dari salah dan dosa) kecuali Rasulullah SAW. Semua manusia pasti memiliki kelebihan dan kekurangan, tidak ada manusia yang pada dirinya hanya terdapat kelebihan saja, sebagaimana juga tidak ada manusia yang di dalam dirinya hanya ada kekurangan. Karena itu membayangkan pasangan kita adalah sesosok manusia tanpa cela hanya karena ia ikhwan atau berjilbab, menurut saya adalah pandangan kurang bijak.

Seorang ikhwan atau perempuan berjilbab adalah manusia biasa. Komitmen dan ketaatan mereka dalam beragama adalah suatu bentuk kesungguhan mereka dalam memproses diri menjadi Hamba Allah yang bertaqwa. Dan merupakan hal yang sangat manusiawi jika dalam menjalani proses tersebut terdapat kekurangan-kekurangan. Karenanya menjadi aktifis pengajian atau perempuan berjilbab itu bukanlah berarti mereka berubah menjadi malaikat yang tidak pernah melakukan kesalahan dan tidak pula berarti mereka menjelma menjadi manusia tanpa cela.

Rumah tangga bahagia yang menjadi syurga bagi penghuninya adalah idaman setiap orang. Tetapi ia akan sekadar menjadi angan-angan bila tidak ada upaya dan perjuangan dari kedua belah pihak -suami-istri- untuk mewujudkannya. Begitu pula halnya dengan keinginan memiliki dan menjadi pasangan ideal yang diidamkan. Ia pun hanya menjadi angan-angan selama kita tidak berusaha memprosesnya menjadi kenyataan. Oleh sebab itulah pernikahan sebenarnya merupakan ladang amal dan jihad bagi orang-orang yang menjalaninya.

Dari uraian diatas kita dapat menyimpulkan beberapa hal:
- Harus disadari bahwa yang bernama idealisme itu tidak begitu saja turun dari langit, tetapi harus diperjuangkan. Dengan begitu ketika kita memiliki idealisme tentang pernikahan dan pasangan ideal misalnya, kita sadar bahwa untuk mewujudkannya menjadi kenyataan adalah dengan memperjuangkannya atau dengan kata lain kita siap menjadikan pernikahan kita nantinya sebagai ladang amal dan jihad kita dalam memproses diri menjadi lebih berkualitas.

- Menyadari bahwa idealisme yang menguasai pikiran dan jiwa dapat berkembang menjadi angan-angan belaka. Menikah dengan membawanya serta hanya akan membuat kita menjadi pelamun, mudah kecewa, cenderung tidak bersyukur terhadap apa yang ada, bahkan menjadi orang yang suka menyalahkan keadaan atau pihak lain.

- Ingatlah selalu bahwa kita menikahi pasangan kita dengan segala apa yang ada pada dirinya berupa kelebihan dan kekurangannya. Kelebihannya untuk disyukuri, kekurangannya menjadi ladang jihad kita untuk memperbaikinya karena Allah. Dengan begitu kita tidak akan mudah kecewa terhadap segala kekurangan yang terdapat pada pasangan kita.

- Terakhir, camkan kata-kata ini ... "Jangan menikah dengan angan-angan."

Jika Aku Jatuh Cinta ,,,,

Cinta. Sebuah kata singkat yang memiliki makna luas. Walaupun belum teridentifikasi secara pasti, namun eksistensi cinta diakui oleh semua orang. Al-Ghazali mengatakan cinta itu ibarat sebatang kayu yang baik. Akarnya tetap di bumi, cabangya di langit dan buahnya lahir batin, lidah dan anggota-anggota badan. Ditujukan oleh pengaruh-pengaruh yang muncul dari cinta itu dalam hati dan anggota badan, seperti ditujukkanya asap dalam api dan ditunjukkanya buah dan pohon.

Cinta sejati hanyalah pada Rabbul Izzati. Cinta yang takkan bertempuk sebelah tangan. Namun Allah tidak egois mendominasi cinta hamba-Nya. Dia berikan kita cinta kepada anak, istri, suami, orang tua, kaum muslimin. Tapi cinta itu tentu porsinya tidak melebihi cinta kita pada Allah, karena Allah mengatakan, “Katakanlah! ‘Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, kaum keluargamu, harta-benda yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatiri akan merugi dan rumah tangga yang kamu senangi (manakala itu semua) lebih kamu cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya dan berjiha di jalan-Nya, maka tunggulah keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik.”

Prestasi kepahlawanan para pejuang tidak terlepas dari pengaruh cintanya seorang pemuda kepada pemudi. Umar bin Abdul Aziz berhasil memenangkan pertarungan cinta sucinya kepada Allah dari pada cinta tidak bertuannya kepada seorang gadis. Tidak ada yang salah pada cinta. Berusahalah menempatkannya pada tempat, waktu dan sisi yang tepat.

Ya Allah, jika aku jatuh cinta, cintakanlah aku pada seseorang yang melabuhkan cintanya pada-Mu, agar bertambah kekuatan ku untuk mencintai-Mu.

Ya Muhaimin, jika aku jatuh cinta, jagalah cintaku padanya agar tidak melebihi cintaku pada-Mu

Ya Allah, jika aku jatuh hati, izinkanlah aku menyentuh hati seseorang yang hatinya tertaut pada-Mu, agar tidak terjatuh aku dalam jurang cinta semu.

Ya Rabbana, jika aku jatuh hati, jagalah hatiku padanya agar tidak berpaling pada hati-Mu.

Ya Rabbul Izzati, jika aku rindu, rindukanlah aku pada seseorang yang merindui syahid di jalan-Mu.

Ya Allah, jika aku rindu, jagalah rinduku padanya agar tidak lalai aku merindukan syurga-Mu.

Ya Allah, jika aku menikmati cinta kekasih-Mu, janganlah kenikmatan itu melebihi kenikmatan indahnya bermunajat di sepertiga malam terakhirmu.

Ya Allah, jika aku jatuh hati pada kekasih-Mu, jangan biarkan aku tertatih dan terjatuh dalam perjalanan panjang menyeru manusia kepada-Mu.

Ya Allah, jika Kau halalkan aku merindui kekasih-Mu, jangan biarkan aku melampaui batas sehingga melupakan aku pada cinta hakiki dan rindu abadi hanya kepada-Mu.

Ya Allah Engaku mengetahui bahwa hati-hati ini telah berhimpun dalam cinta pada-Mu, telah berjumpa pada taat pada-Mu, telah bersatu dalam dakwah pada-MU, telah berpadu dalam membela syariat-Mu. Kokohkanlah ya Allah ikatannya. Kekalkanlah cintanya. Tunjukilah jalan-jalannya. Penuhilah hati-hati ini dengan nur-Mu yang tiada pernah pudar. Lapangkanlah dada-dada kami dengna limpahan keimanan kepada-Mu dan keindahan bertawakal di jalan-Mu. 
(special untuk yang saling mencintai karenaNya)

Rabu, 01 Agustus 2012

Perhiasan Dunia Akherat

Sebuah berita gembira datang dari sebuah hadits Rosul bahwa Rosulullah Saw. Bersabda :
”Seluruh dunia ini adalah perhiasan dan perhiasan terbaik di dunia ini adalah wanita yang sholehah.” (HR. an-Nasa’I dan Ahmad)


Di dalam Islam, peranan seorang istri memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan berumah-tangga dan peranannya yang sangat dibutuhkan menuntutnya untuk memilih kualitas yang baik sehingga bisa menjadi seorang istri yang baik. Pemahamannya, perkataaannya dan kecenderungannya, semua ditujukan untuk mencapai keridho’an Allah Swt., Tuhan semesta Alam. Ketika seorang istri membahagiakan suaminya yang pada akhirnya, hal itu adalah untuk mendapatkan keridho’an dari Allah Swt. sehingga dia (seorang istri) berkeinginan untuk mengupayakannya.

Kualitas seorang istri seharusnya memenuhi sebagaimana yang disenangi oleh pencipta-Nya yang tersurat dalam surat Al-Ahzab. Seorang Wanita Muslimah adalah seorang wanita yang benar (dalam aqidah), sederhana, sabar, setia, menjaga kehormatannya tatkala suami tidak ada di rumah, mempertahankan keutuhan (rumah tangga) dalam waktu susah dan senang serta mengajak untuk senantiasa ada dalam pujian Allah Swt.

Ketika seorang Wanita Muslimah menikah (menjadi seorang istri) maka dia harus mengerti bahwa dia memiliki peranan yang khusus dan pertanggungjawaban dalam Islam kepada pencipta-Nya, Allah Swt. menjadikan wanita berbeda dengan pria sebagaimana yang disebutkan dalam ayat Al-Qur’an:
”Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian yang lain. (karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Segala Sesuatu.” (QS. An Nisaa’ , 4:32)

Kita dapat melihat dari ayat ini bahwa Allah Swt. membuat perbedaan yang jelas antara peranan laki-laki dan wanita dan tidak diperbolehkan bagi laki-laki atau wanita untuk menanyakan ketentuan peranan yang telah Allah berikan sebagaimana firman Allah:
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukminah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.” (QS. Al Ahzab, 33:36)

Karenanya, seorang istri akan membenarkan Rasulullah dan akan membantu suaminya untuk menyesuaikan dengan prinsip-prinsip syari’ah (hukum Islam) dan memastikan suaminya untuk kembali melaksanakan kewajiban-kewajibannya, begitupun dengan kedudukan suami, dia juga harus memenuhi kewajiban terhadap istrinya.

Diantara hak-hak lainnya, seorang istri memiliki hak untuk Nafaqah (diberi nafkah) yang berupa makanan, pakaian dan tempat untuk berlindung yang didapatkan dari suaminya. Dia (suami) berkewajiban membelanjakan hartanya untuk itu walaupun jika istri memiliki harta sendiri untuk memenuhinya. Rasulullah Saw. Bersabda :
”Istrimu memiliki hak atas kamu bahwa kamu mencukupi mereka dengan makanan, pakaian dan tempat berlindung dengan cara yang baik.” (HR. Muslim)

Ini adalah penting untuk dicatat bahwa ketika seorang istri menunaikan kewajiban terhadap suaminya, dia (istri) telah melakukan kepatuhan terhadap pencipta-Nya, karenanya dia (istri yang telah menunaikan kewajibannya) mendapatkan pahala dari Tuhan-Nya. Rasulullah Saw. mencintai istri-istrinya karena kesholehan mereka.

Aisyah Ra. suatu kali meriwayatkan tentang kebaikan kualitas Zainab Ra., istri ketujuh dari Rosulullah Saw.,”Zainab adalah seseorang yang kedudukannya hampir sama kedudukannya denganku dalam pandangan Rasulullah, dan aku belum pernah melihat seorang wanita yang lebih terdepan kesholehannya daripada Zainab Ra., lebih dalam kebaikannya, lebih dalam kebenarannya, lebih dalam pertalian darahnya, lebih dalam kedermawanannya dan pengorbanannya dalam hidup serta mempunyai hati yang lebih lembut, itulah yang menyebabkan ia lebih dekat kepada Allah”.
 
Seperti kebesaran Wanita-wanita Muslimah yang telah dicontohkan kepada kita, patut kiranya bagi kita untuk mencontohnya dengan cara mempelajari kesuciannya, kekuatan dari karakternya, kebaikan imannya dan kebijaksanaan mereka. Usaha untuk mencontoh Ummul Mukminin yang telah dijanjikan surga (oleh Allah) dapat menunjuki kita kepada karunia surga.
Abu Nu’aim meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda :
“Ketika seorang wanita menunaikan sholat 5 waktu, berpuasa pada bulan Ramadhan, menjaga kehormatannya dan mematuhi suaminya, maka dia akan masuk surga dengan beberapa pintu yang dia inginkan.” (HR. Al Bukhari, Al Muwatta’ dan Musnad Imam Ahmad)

Wahai Muslimah yang tulus, perhatikan bagaimana Nabi Saw. menjadikan sikap ta’at kepada suami sebagai dari bagian amal perbuatan yang dapat mewajibkan masuk surga, seperti shalat, puasa; karena itu bersungguh-sungguhlah dalam mematuhinya dan jauhilah sikap durhaka kepadanya, karena di dalam kedurhakan kepada suami terdapat murka Allah Swt.
Wallahu a’lam bish showab..

Muslimah Modis, Why Not?

Akhir-akhir ini kita menyaksikan begitu banyaknya saudari kita yang memiliki kesadaran untuk berbusana muslimah. Bahkan sebagian besar sekolah di Jakarta, dengan sangat membanggakan telah mendesain sendiri busana muslimah sebagai seragam sekolah para siswinya. Tak ketinggalan, perusahaan yang konon katanya sulit menerima karyawati berkerudung, dewasa ini perlahan-lahan mulai menghapus image tersebut. Di banyak perkantoran, kita tak akan lagi menemui kesulitan untuk mendapati  karyawati yang mengenakan kerudung ketika ngantor.

Hal tersebut tentu saja layak kita syukuri. Sebab, paling tidak telah ada kesadaran dari sebagian besar muslimah untuk menutupi auratnya. Kita tidak akan lupa, belakangan ini marak terjadi kejahatan seksual terhadap kaum wanita, yang penyebabnya antara lain karena si wanita tersebut dengan tanpa risih mengenakan pakaian yang tidak menutup auratnya, tapi justru malah menampakkan lekuk tubuhnya. Dengan kesadaran yang timbul dari banyak wanita untuk berbusana muslimah, diharapkan tindak kejahatan semacam itu akan semakin berkurang. Selain tentu saja, berbusana muslimah yang sesuai dengan syariat adalah merupakan perintah Allah SWT yang wajib ditaati oleh seluruh wanita Islam tanpa terkecuali. Sebagaimana firman Allah SWT,

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. An Nuur : 31)

Jadi jelas kan, bahwa menutup aurat bagi muslimah itu adalah perintah Allah SWT yang tidak bisa ditawar. Jadi sudah semestinya, bukan karena takut menjadi korban kejahatan seorang muslimah itu menutup auratnya, juga bukan karena artis anu tiba-tiba mengenakan kerudung, kemudian ikut-ikutan. Tapi memang perintah Allah’lah yang membuat muslimah dengan penuh kesadaran menutup auratnya dengan berbusana muslimah yang sesuai syariat.

Ragam Busana Muslimah

Meningkatnya kesadaran para muslimah untuk menutup aurat juga dibarengi dengan membanjirnya produsen busana muslimah dengan berbagai merk dan ciri khas masing-masing. Jika kita membaca majalah wanita Islami, lihat saja, betapa para produsen busana muslimah itu berlomba-lomba untuk mengiklankan produknya. Masing-masing menawarkan keunikan desain yang berbeda, juga menonjolkan berbagai kelebihan busana yang diproduksi. Satu yang sama, para produsen busana muslimah itu sama-sama mengklaim bahwa produknya itu yang paling Islami dan sesuai dengan syariat.

Model busana muslimah yang ditawarkan pun bermacam-macam. Ada kerudung yang modelnya dibuat sedemikian rupa hingga mencekik leher. Juga ada disain busana muslimah berbentuk celana mirip kostum Alibaba. Tak ketinggalan, model busana berbentuk gamis yang elegan disertai kerudung panjang yang tak kalah menarik. Semua menawarkan mode yang berbeda-beda. Yang jika dicermati dengan seksama, maka, siapa yang mampu menarik peminat lebih banyak dengan berbagai strategi marketing, ialah yang akhirnya memenangkan persaingan menjadi trend di kalangan muslimah.

Mode Islami

Jika kita amati, ternyata busana muslimah yang trend belakangan ini adalah justru busana yang didesain dengan bahan minimalis. Sehingga begitu dikenakan, pakaian tersebut akan menampakkan lekuk tubuh si pemakai. Kerudungnya pun seperti yang telah disebutkan di atas, banyak muslimah yang kita temui memilih untuk mengenakan kerudung dengan model pemakaian yang dililit-lilit di leher dan tidak panjang menjuntai menutupi dada.

Ketika berbicara mengenai busana muslimah, banyak kalangan yang mempertanyakan, “Dalam Islam, boleh nggak sih kita mengikuti mode?” Maka jawabannya, tentu saja boleh. Sebagai muslimah yang membawa misi dakwah Islam justru kita jangan sampai ketinggalan jaman dalam berbusana, alias kuno. Sebisa mungkin, kita harus menunjukkan wajah Islam dengan segala keindahannya termasuk dalam hal berbusana.

Tapi yang perlu kita perhatikan adalah rambu-rambu yang telah digariskan Islam dalam berbusana. Lalu, seperti apa mode busana muslimah yang sesuai dengan syariat Islam?

Pertama, harus menutupi seluruh tubuh, kecuali wajah dan telapak tangan. Hal ini ditegaskan oleh Allah dalam firman’Nya,

“Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Azhab : 59)

Yang dimaksud jilbab dalam ayat ini adalah baju terusan panjang yang diulurkan ke seluruh tubuh. Ingat, seluruh tubuh, bukan tubuh bagian atas sepotong, ditambah bagian bawah sepotong. Melainkan adalah model pakaian yang langsung menutupi seluruh tubuh, dari atas hingga bawah. Nah, kebanyakan kita biasa menyebutnya gamis. Adapun penutup kepalanya adalah seperti disebutkan dalam Al Qur’an surat An Nuur ayat 31 tadi,

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya...”


Ya, ternyata kerudung yang sesuai dengan perintah Allah SWT adalah kerudung yang jika dipakai dapat menutup seluruh bagian kepala hingga ke dada. Dan soal ini tidak ada tawar menawar.

Kedua, pakaian yang dikenakan bukan dari kain yang tipis dan tembus pandang. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda,

“Pada akhir ummatku nanti akan ada wanita-wanita yang berpakaian tetapi telanjang. Diatas kepala mereka seperti terdapat punuk unta. Kutuklah mereka karena sebenarnya mereka adalah kaum yang terkutuk” (HR. Ahmad 2/223.Menurut Al-Haitsami rijal Ahmad adalah rijal shahih)

Ketiga, longgar dan tidak ketat sehingga dapat menampakkan lekuk tubuh.
Keempat, tidak diberi wewangian / parfum. Harus kita waspadai, di dunia barat sekuler  salah satu “fungsi” parfum adalah sebagai alat seducing man (menggoda laki-laki). Begitulah mudharat dari parfum yang dipakai oleh perempuan (di luar rumah). Dari Abu Musa Al-Asyari bahwasanya ia berkta Rasulullah bersabda :

“Siapapun perempuan yang memakai wewangian, lalu ia melewati kaum laki-laki agar mereka mendapatkan baunya, maka ia adalah pezina”(
HR.An-Nasai II:38,Abu dawud II:92, At-Tirmidzi IV:17, At-Tirmidzi menyatakan hasan shahih)

Kelima, tidak tasyabbuh (menyamai) pakaian orang kafir. Tasyabbuh sudah jelas dilarang oleh Rasulullah, baik itu dilakukan oleh muslim ataupun muslimah. Dari Abdullah bin Amru bin Ash dia berkata:

“Rasulullah melihat saya mengenakan dua buah kain yang dicelup dengan warna ushfur, maka beliau bersabda: Sungguh ini merupakan pakaian orang-orang kafir maka jangan memakainya”
(HR. Muslim 6/144, hadits Shahih)

Keenam, Isbal (panjang melewati mata kaki). Berbeda dengan laki-laki yang diharamkan isbal, maka perempuan diwajibkan untuk isbal. Ibnu Umar berkata: Rasulullah bersabda :

“Barangsiapa menghela pakaiannya lantaran angkuh, maka Allah tidak akan sudi melihatnya pada hari kiamat. Lantas Ummu Salamah bertanya:”Lalu, bagaimana yang mesti dilakukan oleh kaum wanita denngan bagian ujung pakaiannya? Beliau menjawab: hendaklah mereka menurunkan satu jengkal!Ummu Salamah berkata: Kalau begitu telapak kaki mereka terbuka jadinya. Lalu Nabi bersabda lagi:Kalau begitu hendaklah mereka menurunkan satu hasta dan jangan lebih dari itu!” (HR.Tirmidzi (III/47) At-Tirmidzi berkata hadits ini Shahih)

Jelas kan, bagaimana Islam telah mengatur secara gamblang tentang bagaimana seharusnya muslimah berpakaian. Jadi, jika kita bingung oleh banyaknya mode busana muslimah, kembalikan saja standar berpakaian itu sesuai dengan syariat Islam.

Muslimah Harus Modis

Nah, jika demikian syarat berbusana bagi muslimah, lalu muslimah tidak akan bisa tampil modis dong? Kata siapa?! Sebenarnya yang membuat kita terlihat modis atau tidaknya dalam berpakaian bukanlah bagaimana bentuk pakaian yang kita kenakan. Melainkan terletak pada kemampuan kita dalam memadu padankan busana yang kita pakai.

Pernahkah suatu hari kita menyaksikan seorang muslimah (atau bahkan kita sendiri) mengenakan gamis bercorak loreng-loreng kemudian dipadukan dengan kerudung motif bunga-bunga? Atau mungkin kita juga pernah mendapati orang (atau kita sendiri, sekali lagi) mengenakan gamis berwarna ungu, dipadukan dengan kerudung berwarna hijau dan kaos kaki berwarna merah marun? Tentu sekali dua kali, pernah kan. Hmm...adakah yang salah dengan busana muslimah yang demikian? Tentu saja tidak. Sebab apa yang dikenakan tersebut telah memenuhi standar berbusana yang sesuai dengan syariat.

Namun ketahuilah, bahwa masalah berpakaian bukan hanya masalah selembar kain di badan atau selembar kerudung di kepala. Jangan sampai kita berfikiran, “Peduli apa dengan penampilan. Mau gamis merah, kerudung biru, dapadu kaos kaki coklat. Yang penting kan sesuai dengan syariat.”. Memang betul, tapi kita juga harus menyadari, bahwa pakaian yang kita kenakan hakikatnya juga mengusung jauh lebih banyak dari yang terlihat. Ada gambaran pendidikan, ekonomi, politik, budaya, sosial, akhlaq, dan terlebih keimanan. Sehingga ketika memutuskan untuk berpakaian, tentunya kita juga harus benar-benar memperhatikan kesesuaian busana yang kita pakai. Jangan sampai niatan kita untuk mensyiarkan ajaran Islam dalam berpakaian, justru dipandang sebelah mata hanya karena apa yang kita kenakan terkesan asal.

Menganggap warna apa saja cocok bagi kita, tanpa menyadari bahwa ada warna-warna tertentu yang justru pas bagi kita, adalah sebuah kesalahan. Warna yang tidak tepat bisa membuat kulit kita terlihat lebih gelap, wajah lebih tua, dan bahhkan membuat kita tidak terlihat smart atau well educated. Juga sebaliknya, warna yang tepat akan membuat kulit kita terlihat lebih terang, wajah lebih muda dari usia, serta membuat kita tampak cerdas, bahkan jika kita tidak memiliki pendidikan yang tinggi sekalipun. Tentu saja hal ini tidak tergantung warna, tapi yang lebih penting adalah bergantung pada akhlaq kita.

Warna atau motif gamis dan kerudung juga harus dilihat benar padu padannya. Jangan sampai warna tersebut kelihatan tidak pas. Sehingga penampilan kita terkesan keramaian, atau bahkan senyap alias hambar. Sebagai contoh, jika kita ingin mengenakan gamis dengan corak bunga-bunga warna biru, tak perlu lagi kita kenakan kerudung dengan motif batik atau kotak-kotak. Tetapi cukup kenakan kerudung yang polos dengan warna senada.

Itu hanya sebagian contoh kecil bagaimana kita bisa menampilkan syariat dalam berbusana tanpa mengabaikan keindahan Islam itu sendiri. Jadi sekarang, tak ada alasan untuk berpakaian yang benar-benar sesuai dengan aturan Islam hanya karena takut terlihat tidak modis, atau terkesan kuno dan ketinggalan jaman. Sebab, gamis lebar dan kerudung panjang yang wajib kita kenakan itu pun dapat menjadikan kita tampil modis, elegan, dan smart dengan kemampuan kita memadu padankan busana yang kita pakai.

Ala kulli hal,
semua harus kembali pada niat. Karena kitalah yang tahu desir apa di balik detak jantung kita. Teguhkan niat, bahwa hanya dalam rangka beribadah kepada Allah saja kita melakukan setiap hal. Dengan adanya aturan mengenai busana muslimah, Allah tidak menginginkan seorang muslimah menjadi tontonan berjalan dan cantik karena riasan. Namun dengan pakaian, Allah hendak memberi cahaya penjagaan diri bagi seluruh wanita shalihah. Wallahu’alam.

Yang Sedang Galau Menanti Jodoh

Sebagaimana kematian, rejeki, dan ajal, jodoh adalah rahasia Allah swt yang tidak dapat kita duga kedatangannya. Banyak insan menjadi resah tak berujung, saat usia kian bertambah namun jodoh tak juga datang menghampiri. Sementara di luar sana, teman dan kerabat tak henti bertanya kapan si lajang akan menikah? Orang tua pun sama, seolah tak mengerti kegundahan yang dirasa anaknya, desakan agar sang anak segera mengakhiri masa lajang bertubi-tubi dialamatkan.

Kegelisahan belum mendapatkan jodoh lebih sering kita temui menerpa muslimah. Ketika ditanya, apakah standar calon suami yang diharapkan terlalu tinggi? Rata-rata jawabannya adalah tidak. Sebab seiring bertambahnya usia, muslimah menjadi lebih arif dalam menentukan kriteria calon pasangan hidup. Ia tak lagi mendamba arjuna yang serba sempurna. Melainkan, standar idealis itu telah berubah menjadi realistis. Apapun resiko yang mungkin terjadi, akan siap dihadapi jika memang seseorang yang benar-benar apa adanya segera datang.

Namun, jika standar tinggi tak lagi dipatok dan seseorang itu tetap belum menampakkan tanda-tanda kedatangannya, salahkah muslimah jika belum juga menggenapkan setengah dien-nya?

Kuncinya: Tawakal

Seseorang yang belum juga menemukan jodohnya, hendaknya tidak serta merta berputus asa. Sebab sebagaimana kehidupan itu sendiri, jodoh adalah benar-benar sesuatu yang menjadi urusan Allah. Keyakinan bahwa janji Allah adalah pasti, mutlak terpatri di hati para muslimah. Maka, ketika hati merasa resah, perlu kiranya mengingat-ingat firman Allah swt,

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Rum : 21)

Bahwa manusia diciptakan berpasang-pasangan adalah kekuasaan Allah. Maka, yang perlu diperkuat adalah keyakinan kepada Allah. Bahwa jodoh setiap insan insya Allah pasti ada. Siapa dia, ada di mana, dan kapan akan datang? Adalah rahasia Allah yang hanya Allah saja yang tahu. Satu keyakinan, bahwa Allah hanya akan mengirimkan orang yang tepat pada saat yang tepat dalam pandangan Allah.

Tawakal yang dapat berbuah manis hanyalah tawakal yang dapat melahirkan ikhtiar yang sungguh-sungguh dalam menemukan pendamping hidup. Bukanlah dikatakan tawakal orang yang hanya diam terpaku menanti jodoh yang akan tiba-tiba datang. Akan tetapi, tawakal ialah sebagaimana yang disabdakan Rasulullah saw, “Ikatlah dahulu untamu, baru kamu bertawakal,” kepada seorang sahabat yang bergegas masuk masjid dengan meninggalkan untanya dalam keadaan tidak diikat dengan alasan bertawakal kepada Allah.

Begitulah tawakal. Penyerahan urusan secara total kepada Sang Pemilik Segala Urusan tanpa meninggalkan ikhtiar dengan sungguh-sungguh sesuai apa yang telah disyariatkan.

Jika sudah demikian, tak ada lagi resah, gelisah, juga galau yang mendera meski dalam usia menjelang senja namun jodoh tak jua tiba.

Jangan Abaikan Evaluasi

Alur kehidupan ini sebenarnyalah telah  digariskan oleh Allah Yang Maha Menentukan. Ada syariat yang menuntun pada jalan keselamatan selama menjalani kehidupan di dunia. Tak terkecuali skenario Allah bernama pernikahan.

Hanya saja, ketika perjalanan hidup kita rasa ada yang salah, bukanlah taqdir yang salah, melainkan kita sendiri yang harus mengevaluasi diri. Adakah yang kita jalani dalam kehidupan ini telah benar-benar sesuai dengan rambu-rambu yang Allah gariskan? Atau ada ambisi dan ego pribadi yang menjadikan skenario hidup kita tampak tak sesuai harapan?

Berkaitan dengan pendamping hidup yang terasa ‘Antara ada dan tiada’, berikut diantara hal-hal yang mesti menjadi bahan evaluasi para muslimah:

1.    Kelewat Fokus Dalam Karir

Tak dapat dipungkiri, ada diantara para muslimah yang dalam kesehariannya menjadi penopang perekonomian keluarga. Atau ada juga yang dari segi ekonomi termasuk dari kalangan keluarga yang kurang mampu. Sehingga untuk menutup biaya hidup, ia dituntut untuk fokus dalam karir. Hal ini membuat sebagian muslimah dalam usia mudanya benar-benar memfokuskan diri untuk bekerja dan bekerja. Sehingga ikhtiar ke arah pernikahan menjadi tidak terfikirkan. Ketika usia kian bertambah tua, biasanya kesadaran ke arah tersebut baru mulai ada.

2.    Kriteria Yang Terlalu Tinggi

Ingin memiliki pendamping hidup yang beriman, tampan, dan mapan adalah dambaan setiap muslimah. Ketika usia masih terbilang muda, banyak diantara muslimah yang mematok kriteria yang demikian ideal bagi lelaki yang ingin menjadi pendamping hidupnya. Akibatnya, laki-laki yang sebenarnya telah siap menikah dan ingin mengkhitbah menjadi mundur teratur begitu tahu sang muslimah memasang sederet kriteria yang tinggi mengawang-awang. Padahal Islam dengan segenap aturannya yang sempurna telah dengan lugas memberikan batasan-batasan kriteria laki-laki yang pantas untuk menikah. Bahkan jika laki-laki itu tak berharta melimpah sekalipun. Sebagaimana firman Allah swt,

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.” (QS. An Nuur:32)

3.    Mengabaikan Jalan Menemukan Pasangan

Melalui jalan mana jodoh itu akan datang, hanya Allah yang tahu. Namun seseorang tetap memerlukan eksistensi akan keberadaan diri serta kebaikan-kebaikannya. Tak ada yang tahu ada seorang muslimah shalihah yang peduli dengan dakwah dan juga cakap berumah tangga, jika sang muslimah membatasi diri dari pergaulan, terutama dengan orang-orang shalih. Maka, banyak bergaul dan beraktivitas dengan orang-orang shalih mutlak dilakukan oleh siapapun, tak terkecuali para muslimah. Sebab, jodoh yang baik akan ditemukan di lingkaran orang-orang yang juga baik, dan sama-sama melakukan aktivitas kebaikan.

Saatnya Berdamai dengan Keadaan

Segenap usaha disertai penyerahan diri secara total kepada Allah telah dilakukan. Evaluasi pun telah dilaksanakan hingga melahirkan suatu perubahan diri. Namun, jodoh yang dinanti tak jua datang menghampiri. Jika itu terjadi, tetaplah berbaik sangka kepada Allah. Sebab, Allah akan mengikuti prasangka hamba-Nya. Dan jangan sedikit pun kita berputus asa dari rahmat Allah ketika sesuatu yang menjadi harapan tak kunjung berwujud menjadi kenyataan. Kuatkan terus menerus dalam hati, bahwa Allah tak pernah ingkar janji. Dan itu akan menjadi keistimewaan tersendiri di mata Allah yang dapat membuahkan ganjaran pahala.

Yang tak kalah penting adalah berdamai dengan keadaan dan terus berpikir positif. Bahwa Allah tak akan menyia-nyiakan sekecil apapun usaha hamba-Nya dalam meraih sesuatu yang mengantarkan pada kebaikan hidup di dunia maupun di akhirat. Termasuk usaha menemukan pasangan untuk bersama-sama menggenapkan setengah dien melalui sebuah pernikahan barakah. Wallahu’alam.

Sepuluh Pesan Al_Qarni untuk Muslimah

KEMULIAAN wanita digambarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam. Dalam sabdanya beliau mengayakan, “Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalihah.“ (HR. Muslim).

Bagaimana ciri-ciri wanita Muslimah sebagaimana diharapkan Islam? Al Qarni mencatat 10 ciri perempuan yang dikategorikan Muslimah;

Pertama, Muslimah adalah orang yang beriman kepada Allah sebagai Tuhannya, Muhammad sebagai Nabi panutannya, dan Islam sebagai agamanya. Pengaruh keimanan itu terlihat melalui ucapan, perbuatan, dan keyakinannya. Dia selalu menghindari hal-hal yang dimurkai Allah, merasa takut terhadap siksa-Nya yang pedih, dan tidak mau menentang perintah-Nya.

Kedua, Muslimah selalu memelihara shalat lima waktunya lengkap dengan wudhu dan kekhusyu’annya, yang dikerjakan tepat pada waktunya masing-masing. Tiada sesuatu kesibukan pun yang dapat membuatnya lalai dari ibadah dan shalatnya. Pengaruh dari shalatnya itu terlihat pada dirinya, karena sesungguhnya shalat itu dapat mencegah pelakunya dari melakukan perbuatan keji dan munkar. Shalat adalah benteng yang besar terhadap berbagai macam kedurhakaan.

Ketiga, Muslimah senantiasa mengenakan jilbabnya dan merasa terhormat dengannya. Karena itu, tidaklah sekali-kali ia keluar dari rumahnya melainkan mengenakan jilbab. Dia bersyukur kepada Allah yang telah memuliakannya dengan jilbabnya. Dia menyadari, jilbab adalah untuk memelihara dan mensucikan kehormatannya.
 يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاء الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَّحِيماً
Allah berfirman, “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuannya, dan istri-istri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,” (Al-Ahzaab: 59)

Keempat, Muslimah selalu antusias untuk menanti suaminya. Dia bersikap lembut kepadanya, menyayangi, mengajaknya kepada kebaikan, dan mengharapkan kebaikan baginya. Dia juga  melayani kenyamanannya, tidak berani meninggikan suara kepada suaminya, dan tidak pernah berbicara kasar kepadanya.

Dalam sebuah hadits shahih disebutkan, “Apabila seseorang wanita mengerjakan shalat lima waktunya, puasa di bulan Ramadhannya, dan taat kepada suaminya, niscaya dia akan masuk surga Tuhannya.

Kelima, Muslimah mendidik anak-anaknya untuk taat kepada Allah. Dia menanamkan aqidah yang benar ke dalam jiwa mereka, dan menyuburkan dalam kalbu mereka kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya, dan menjauhkan mereka dari kedurhakaan dan akhlak yang buruk.

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (At-Tahriim: 6)

Keenam, Muslimah tidak boleh sendirian bersama laki-laki lain yang bukan muhrimnya. Dalam sebuah hadits shahih disebutkan, “Tidak sekali-kali seorang wanita sendirian bersama seorang laki-laki (lain) kecuali yang ketiganya adalah setan.”

Ketujuh, seorang Muslimah tidak pernah menyerupai laki-laki dalam berbagai hal yang khusus hanya bagi kaum laki-laki. Dalam sebuah hadits, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita, dan wanita yang menyerupai laki-laki.”

Dan Muslimah tidak pernah menyerupai wanita-wanita kafir dalam berbagai hal, yang menjadi ciri khas mereka. Contohnya dalam hal pakaian dan penampilan. Karena dalam sebuah hadits, Nabi bersabda, “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka.”
Kedelapan, wanita Islam adalah wanita yang selalu menyeru ke jalan Allah di kalangan kaumnya dengan kata-kata yang baik. Dia juga mengunjungi tetangganya melalui hubungan telepon, meminjamkan buku-buku islami dan kaset-kaset islami. Dan dia selalu mengamalkan apa yang dikatakannya dan berupaya keras untuk menyelamatkan dirinya dan saudari-saudari seiman dari azab Allah.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah berkata, “Sungguh, jika Allah memberi petunjuk kepada seseorang dengan melaluimu, itu lebih baik bagimu daripada unta berbulu merah.”
 

Kesembilan, Muslimah selalu memelihara kalbunya dari hal-hal yang syubhat dan nafsu syahwat. Ia memelihara matanya dari melihat yang diharamkan, menjaga telinganya dari mendengar nyanyian (setan), dan kata-kata yang mesum lagi fasiq. Demikian juga ia menjaga anggota tubuh lainnya dari melakukan pelanggaran. Dan dia meyakini bahwa semua yang dilakukannya itu adalah realisasi dari ketaqwaannya.

Dalam sebuah hadits shahih disebutkan, “Hai manusia, merasa malulah kalian kepada Allah Yang Maha Haq dengan sebenar-benar malu. Malu yang sebenar-benarnya kepada Allah ialah dengan memelihara kepala dan semua anggota yang ada padanya, memelihara perut dan semua isinya, dan mengingat kematian serta cobaan. Barangsiapa yang menghendaki pahala akhirat tentu menghindari perhiasan duniawi.”

Kesepuluh, Muslimah senantiasa menghargai waktu. Dia tidak akan pernah membuang-buangnya dengan sia-sia, dan senantiasa menjaga malam dari siang harinya agar jangan mencabik-cabik dirinya. Karenanya, dia tidak pernah mengumpat, mengadu domba, mencaci atau melakukan hal-hal yang melalaikan dan melenakannya dari hal-hal yang sangat penting dan berguna bagi dirinya.
 وَذَرِ الَّذِينَ اتَّخَذُواْ دِينَهُمْ لَعِباً وَلَهْواً وَغَرَّتْهُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا
Allah berfirman, “Dan tinggalkanlah orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan sendau-gurau, dan mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia.” (Al-An’aam: 70)

Dan Allah telah berfirman sehubungan dengan kaum yang menyia-nyiakan usia yang pada akhirnya di hari kiamat nanti mereka mengatakan sebagaimana yang dikisahkan oleh firman-Nya, “Alangkah besarnya penyesalan kami terhadap kelalaian kami tentang kiamat itu, sambil mereka memikul dosa-dosa di atas punggungnya. Ingatlah, amatlah buruk apa yang mereka pikul itu.” (Al-An’aam: 31)

Ya Allah, berilah petunjuk kepada para pemudi Islam kepada hal-hal yang Engkau cintai dan Engkau ridhai, dan penuhilah kalbu mereka dengan iman. Amin.
* Dinukil dari buku Meraih Sukses di Bulan Ramadhan