Orang-orang yang berilmu agama adalah orang yang kucari di setiap tempat. Mereka adalah tujuan yang selalu kucari. Dan aku menemukan keshalihan hatiku di dalam bergaul dengan mereka.
Selasa, 31 Juli 2012
Beginilah Akhlak Suami-Istri Keluarga Muslim
Dalam bukunya dijelaskan tentang pentingnya akhlak pergaulan baik dari pihak suami maupun istri. Keduanya sama-sama memiliki kewajiban dan keharusan untuk menjadikan akhlak rumah tangga nabi sebagai pedoman paripurna.
“Dan bergaullah dengan mereka (para istri) secara patut, kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (Qs. An-Nisa` : 19)
Kedua, Sebagai seorang kepala keluarga, suami dianjurkan untuk memperlakukan istri dan anak-anaknya dengan kasih sayang dan menjauhkan diri dari sikap kasar.
Betapa sabarnya Rasulullah sebagai seorang suami dalam mengurusi para istrinya.
Contoh seorang suami yang penyayang lainnya dapat kita simak dari kisah Sayidina Umar bin Khaththab Ra. Beliau yang terkenal ketegasan dan sikap kerasnya dalam mengahadapi kemunkaran, pernah berkata saat didatangi oleh orang Badui yang akan mengadukan sikap cerewet istrinya. Di saat bersamaan, Umar pun baru saja mendapat omelan dari istri dengan suara yang cukup keras.
Suami yang ingin menunaikan hak-hak istrinya akan berusaha mengundang canda, gurauan, yang mencairkan suasana dengan senyum dan tawa; berusaha untuk bermain perlombaan dengan istri seperti yang dilakukan Rasulullah kepada istrinya Aisyah Ra.
Demikian halnya dalam masalah ibadah non-wajib seperti puasa sunnah, hendaknya seorang istri tidak melakukannya kecuali setelah suami memberi izin.
Ukhty,,,,,, Apa Yang Menghalangimu untuk Menghapus Foto-fotomu?
Apakah yang menghalangimu untuk segera menghapus foto-fotomu?
Apakah tujuanmu dengan memajang foto kalian, memampangnya hingga begitu jelas bulu-bulu halus yang ada di wajahmu???
Jika
kau katakan, “agar temen-temen lama tahu kalau ini aku, ukh.” maka
kukatakan, “apakah harus dengan kau memajang fotomu untuk memberi
tahukan identitasmu pada teman lamamu??”
Jika
kau katakan, “aku memajang foto berjilbab dan bercadar agar temen-temen
yang lain tahu ttg keutamaan cadar dan yang belum berjilbab, mau
berjilbab.” maka kukatakan, “haruskah dengan memajang fotomu yang telah
berjilbab dan bercadar??? tidak cukupkah firman Allah subhanahu wa
ta’ala dan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tentang wajibnya
berhijab???”
Ya ukhti, tidakkah kau perhatikan komentar-komentar para laki-laki itu tentang fotomu yang berjilbab dan bercadar??
Tidakkah kau rasakan bahwa pujian-pujian atau kekaguman mereka itu disebabkan karena fitnah syahwat???
Salah
satu fitnah terbesar (selain fitnah syubhat)… Bukankah laki-laki dan
perempuan sama-sama diperintahkan untuk menjaga dan menundukkan
pandangannya???
وَقُل لِلمُؤمِنٰتِ يَغضُضنَ مِن أَبصٰرِهِنَّ وَيَحفَظنَ فُروجَهُنَّ وَلا يُبدينَ زينَتَهُنَّ إِلّا ما ظَهَرَ مِنها
“Katakanlah
kepada wanita yang beriman: “”Hendaklah mereka menahan pandangannya,
dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan
perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya……..” (QS. An-Nur:
31)
Bukankah kalian berjilbab untuk menyambut perintah Allah & Rasul-Nya?
Bukankah kalian berjilbab untuk menyambut perintah Allah & Rasul-Nya?
Dan saudariku yang telah bercadar, apakah tujuanmu memajang foto-foto bercadarmu di facebook??
Bukankah
engkau bercadar untuk menghindari fitnah dari lelaki non mahrom akan
karunia yang Allah berikan padamu, yaitu wajahmu yang cantik dan begitu
teduh jika dipandang???
Apakah
engkau tidak merasa jijik ketika ratusan, ribuan bahkan jutaan
facebookers menatap wajahmu dengan bebasnya, bahkan menyimpan fotomu
sebagai kenangan???
Tidak engkau jijik dan risih???
Ketika kecantikanmu dinikmati oleh orang-orang yang bukan mahrommu???
Bagaimana jika foto-fotomu dijadikan foto-foto yang tidak senonoh???
Tidakkah kau malu yaa ukhti???
Saudariku, renungkanlah…
Jika
kau jujur pada hati dan dirimu, niscaya kau akan menghapus foto-fotomu
dan kau takkan memajangnya sekalipun di rumahmu sendiri..
Ya, karena memajang foto/gambar makhluk hidup telah jelas HARAM hukumnya… Kau tahu? Malaikat takkan masuk ke dalam rumahmu…
Teruntuk dirimu yang kusayang dan kucintai:
“Wahai
wanita, jangan terlalu banyak bicara dan memperlihatkan dirimu di depan
umum, namun segeralah bersembunyi dari para ikhwan/laki-laki. Karena
kehormatanmu itu sangat berarti bagi suamimu. Jangan kau khianati
suamimu sebelum pernikahanmu datang. Suamimu itu menunggu dirimu dengan
harapan kau adalah wanita yang harga dirinya tak ternilai. Kau wanita
yang tersembunyi dan hanya suamimu yang dapat melihatmu. Kau wanita yang
mulia, yang hanya suamimu yang dapat menikmati kemuliaan itu…”
Saudariku, aku bukanlah siapa-siapa
Aku hanyalah salah satu dari sekian banyak saudarimu
Aku tak ingin melihat begitu banyak saudari-saudariku yang menjadi ‘objek’
Aku takkan rela yaa ukhti, karena dirimu terlalu berharga…
Apalagi jika dalam keseharianmu engkau begitu menjaga hijjabmu, begitu menjaga muru’ah mu sebagai muslimah…
Aku tak rela yaa ukhti, karena aku mencintaimu… mencintai kalian karena Allah Ta’ala, Insya Allah…
Jadi, apakah yang masih menghalangimu untuk SEGERA MENYAMBUT SERUAN KEBENARAN???
Renungkanlah saudariku, renungkanlah…
Abul Qa’qa’ mengatakan
و من هنا ينبغي للمرء أن يبحث له عن زميل صالح, و خل جاد ناصح, بحيث يكونان متلازمين في أغلب الأوقات, و يحث كل
منهما
صاحبه على الطلب و التحصيل, و يشد كل منهما من أزر الآخر و يسد كل منهما
الآخر إن أخطأ, و يعينه و يحفزه إن أصاب و وفق, و يغيب كل منهما للآخر ما
حفظه من العلم, و يقرآن سوياً, و يراجعان سويا, و يبحثان المسائل, و يحققا
سويا
“Seseorang
harus mencari kawan yang shalih, rajin dan suka menasehati, agar (ia)
selalu bisa bersamanya pada sebagian besar waktunya, saling memotivasi
dalam belajar dan saling menguatkan semangat sesamanya, mengingatkannya
bila ia salah, dan mendukungnya bila ia benar dan mengevaluasi apa yang
telah ia hafal, baca, diskusikan, dan kaji tentang sebuah permasalahan
dengan selalu bersama-sama.”
[كيف
تتحمس لطلب العلم الشرعي/Kaifa Tatahammas Li Thalabil ‘Ilmi Asy-Syar’i/.
محمد بن صالح بن إسحاق الصيعري / Muhammad ibn Shalih ibn Ishaq
Ash-Shi’ri /. 1419 H. فهرسة مكتبة الملك فهد الوطنية أثناء النشر
/Fahrasah Maktabah Al-Malik Fahd Al-Wathaniyyah Ats-naa`a An-Nasyr.]
العلماء هم ضالتي في كل بلدة وهم بغيتي ووجدت صلاح قلبي في مجالسة العلماء
Orang-orang
yang berilmu agama adalah orang yang kucari di setiap tempat. Mereka
adalah tujuan yang selalu kucari. Dan aku menemukan keshalihan hatiku di
dalam bergaul dengan mereka.(حلية الأولياء وطبقات الأصفياء , IV/85 )
Karena itu saudariku, maukah kau menjadi sahabatku yang shalih?
Yang
selalu saling menasehati di atas kebenaran, saling menyemangati dalam
hal-hal yang bermanfaat, dan saling menguatkan satu sama lain. Kalau
bukan dengan sesama akhwat, kepada siapa lagi???
Wallahu a’lam
Dari saudarimu,
Hukum Cadar Menurut Pandangan 4 Madzab
Wanita bercadar seringkali diidentikkan dengan orang arab atau timur-tengah. Padahal memakai cadar atau menutup wajah bagi wanita adalah ajaran Islam yang didasari dalil-dalil Al Qur’an, hadits-hadits shahih serta penerapan para sahabat Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam serta para ulama yang mengikuti mereka. Sehingga tidak benar anggapan bahwa hal tersebut merupakan sekedar budaya timur-tengah. Berikut ini sengaja kami bawakan pendapat-pendapat para ulama madzhab, tanpa menyebutkan pendalilan mereka, untuk membuktikan bahwa pembahasan ini tertera dan dibahas secara gamblang dalam kitab-kitab fiqih 4 madzhab. Lebih lagi, ulama 4 madzhab semuanya menganjurkan wanita muslimah untuk memakai cadar, bahkan sebagiannya sampai kepada anjuran wajib. Beberapa penukilan yang disebutkan di sini hanya secuil saja, karena masih banyak lagi penjelasan-penjelasan serupa dari para ulama madzhab.
Madzhab Hanafi
Pendapat madzhab Hanafi, wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai cadar hukumnya sunnah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah.
* Asy Syaranbalali berkata:
وجميع بدن الحرة عورة إلا وجهها وكفيها باطنهما وظاهرهما في الأصح ، وهو المختار
“Seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan
dalam serta telapak tangan luar, ini pendapat yang lebih shahih dan
merupakan pilihan madzhab kami“ (Matan Nuurul Iidhah)* Al Imam Muhammad ‘Alaa-uddin berkata:
وجميع بدن الحرة عورة إلا
وجهها وكفيها ، وقدميها في رواية ، وكذا صوتها، وليس بعورة على الأشبه ،
وإنما يؤدي إلى الفتنة ، ولذا تمنع من كشف وجهها بين الرجال للفتنة
“Seluruh badan wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan
dalam. Dalam suatu riwayat, juga telapak tangan luar. Demikian juga
suaranya. Namun bukan aurat jika dihadapan sesama wanita. Jika cenderung
menimbulkan fitnah, dilarang menampakkan wajahnya di hadapan para
lelaki” (Ad Durr Al Muntaqa, 81)* Al Allamah Al Hashkafi berkata:
والمرأة كالرجل ، لكنها تكشف وجهها لا رأسها ، ولو سَدَلَت شيئًا عليه وَجَافَتهُ جاز ، بل يندب
“Aurat wanita dalam shalat itu seperti aurat lelaki. Namun wajah
wanita itu dibuka sedangkan kepalanya tidak. Andai seorang wanita
memakai sesuatu di wajahnya atau menutupnya, boleh, bahkan dianjurkan” (Ad Durr Al Mukhtar, 2/189)* Al Allamah Ibnu Abidin berkata:
تُمنَعُ من الكشف لخوف أن يرى الرجال وجهها فتقع الفتنة ، لأنه مع الكشف قد يقع النظر إليها بشهوة
“Terlarang bagi wanita menampakan wajahnya karena khawatir akan
dilihat oleh para lelaki, kemudian timbullah fitnah. Karena jika wajah
dinampakkan, terkadang lelaki melihatnya dengan syahwat” (Hasyiah ‘Alad Durr Al Mukhtaar, 3/188-189)* Al Allamah Ibnu Najiim berkata:
قال مشايخنا : تمنع المرأة الشابة من كشف وجهها بين الرجال في زماننا للفتنة
“Para ulama madzhab kami berkata bahwa terlarang bagi wanita muda
untuk menampakkan wajahnya di hadapan para lelaki di zaman kita ini,
karena dikhawatirkan menimbulkan fitnah” (Al Bahr Ar Raaiq, 284)Beliau berkata demikian di zaman beliau, yaitu beliau wafat pada tahun 970 H, bagaimana dengan zaman kita sekarang?
Madzhab Maliki
Mazhab Maliki berpendapat bahwa wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai cadar hukumnya sunnah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah. Bahkan sebagian ulama Maliki berpendapat seluruh tubuh wanita adalah aurat.
* Az Zarqaani berkata:
وعورة الحرة مع رجل أجنبي
مسلم غير الوجه والكفين من جميع جسدها ، حتى دلاليها وقصَّتها . وأما الوجه
والكفان ظاهرهما وباطنهما ، فله رؤيتهما مكشوفين ولو شابة بلا عذر من
شهادة أو طب ، إلا لخوف فتنة أو قصد لذة فيحرم ، كنظر لأمرد ، كما
للفاكهاني والقلشاني
“Aurat wanita di depan lelaki muslim ajnabi adalah seluruh tubuh
selain wajah dan telapak tangan. Bahkan suara indahnya juga aurat.
Sedangkan wajah, telapak tangan luar dan dalam, boleh dinampakkan dan
dilihat oleh laki-laki walaupun wanita tersebut masih muda baik sekedar
melihat ataupun untuk tujuan pengobatan. Kecuali jika khawatir timbul
fitnah atau lelaki melihat wanita untuk berlezat-lezat, maka hukumnya
haram, sebagaimana haramnya melihat amraad. Hal ini juga diungkapkan oleh Al Faakihaani dan Al Qalsyaani” (Syarh Mukhtashar Khalil, 176)* Ibnul Arabi berkata:
والمرأة كلها عورة ، بدنها
، وصوتها ، فلا يجوز كشف ذلك إلا لضرورة ، أو لحاجة ، كالشهادة عليها ، أو
داء يكون ببدنها ، أو سؤالها عما يَعنُّ ويعرض عندها
“Wanita itu seluruhnya adalah aurat. Baik badannya maupun suaranya.
Tidak boleh menampakkan wajahnya kecuali darurat atau ada kebutuhan
mendesak seperti persaksian atau pengobatan pada badannya, atau kita
dipertanyakan apakah ia adalah orang yang dimaksud (dalam sebuah
persoalan)” (Ahkaamul Qur’an, 3/1579)* Al Qurthubi berkata:
قال ابن خُويز منداد ــ
وهو من كبار علماء المالكية ـ : إن المرأة اذا كانت جميلة وخيف من وجهها
وكفيها الفتنة ، فعليها ستر ذلك ؛ وإن كانت عجوزًا أو مقبحة جاز أن تكشف
وجهها وكفيها
“Ibnu Juwaiz Mandad – ia adalah ulama besar Maliki – berkata: Jika
seorang wanita itu cantik dan khawatir wajahnya dan telapak tangannya
menimbulkan fitnah, hendaknya ia menutup wajahnya. Jika ia wanita tua
atau wajahnya jelek, boleh baginya menampakkan wajahnya” (Tafsir Al Qurthubi, 12/229)* Al Hathab berkata:
واعلم أنه إن خُشي من
المرأة الفتنة يجب عليها ستر الوجه والكفين . قاله القاضي عبد الوهاب ،
ونقله عنه الشيخ أحمد زرّوق في شرح الرسالة ، وهو ظاهر التوضيح
“Ketahuilah, jika dikhawatirkan terjadi fitnah maka wanita wajib
menutup wajah dan telapak tangannya. Ini dikatakan oleh Al Qadhi Abdul
Wahhab, juga dinukil oleh Syaikh Ahmad Zarruq dalam Syarhur Risaalah.
Dan inilah pendapat yang lebih tepat” (Mawahib Jaliil, 499)* Al Allamah Al Banaani, menjelaskan pendapat Az Zarqani di atas:
وهو الذي لابن مرزوق في
اغتنام الفرصة قائلًا : إنه مشهور المذهب ، ونقل الحطاب أيضًا الوجوب عن
القاضي عبد الوهاب ، أو لا يجب عليها ذلك ، وإنما على الرجل غض بصره ، وهو
مقتضى نقل مَوَّاق عن عياض . وفصَّل الشيخ زروق في شرح الوغليسية بين
الجميلة فيجب عليها ، وغيرها فيُستحب
“Pendapat tersebut juga dikatakan oleh Ibnu Marzuuq dalam kitab Ightimamul Furshah,
ia berkata: ‘Inilah pendapat yang masyhur dalam madzhab Maliki’. Al
Hathab juga menukil perkataan Al Qadhi Abdul Wahhab bahwa hukumnya
wajib. Sebagian ulama Maliki menyebutkan pendapat bahwa hukumnya tidak
wajib namun laki-laki wajib menundukkan pandangannya. Pendapat ini
dinukil Mawwaq dari Iyadh. Syaikh Zarruq dalam kitab Syarhul Waghlisiyyah merinci, jika cantik maka wajib, jika tidak cantik maka sunnah” (Hasyiyah ‘Ala Syarh Az Zarqaani, 176)Madzhab Syafi’i
Pendapat madzhab Syafi’i, aurat wanita di depan lelaki ajnabi (bukan mahram) adalah seluruh tubuh. Sehingga mereka mewajibkan wanita memakai cadar di hadapan lelaki ajnabi. Inilah pendapat mu’tamad madzhab Syafi’i.
* Asy Syarwani berkata:
إن لها ثلاث عورات : عورة
في الصلاة ، وهو ما تقدم ـ أي كل بدنها ما سوى الوجه والكفين . وعورة
بالنسبة لنظر الأجانب إليها : جميع بدنها حتى الوجه والكفين على المعتمد
وعورة في الخلوة وعند المحارم : كعورة الرجل »اهـ ـ أي ما بين السرة
والركبة ـ
“Wanita memiliki tiga jenis aurat, (1) aurat dalam shalat
-sebagaimana telah dijelaskan- yaitu seluruh badan kecuali wajah dan
telapak tangan, (2) aurat terhadap pandangan lelaki ajnabi, yaitu
seluruh tubuh termasuk wajah dan telapak tangan, menurut pendapat yang mu’tamad, (3) aurat ketika berdua bersama yang mahram, sama seperti laki-laki, yaitu antara pusar dan paha” (Hasyiah Asy Syarwani ‘Ala Tuhfatul Muhtaaj, 2/112)* Syaikh Sulaiman Al Jamal berkata:
غير وجه وكفين : وهذه
عورتها في الصلاة . وأما عورتها عند النساء المسلمات مطلقًا وعند الرجال
المحارم ، فما بين السرة والركبة . وأما عند الرجال الأجانب فجميع البدن
“Maksud perkataan An Nawawi ‘aurat wanita adalah selain wajah dan
telapak tangan’, ini adalah aurat di dalam shalat. Adapun aurat wanita
muslimah secara mutlak di hadapan lelaki yang masih mahram adalah antara
pusar hingga paha. Sedangkan di hadapan lelaki yang bukan mahram adalah
seluruh badan” (Hasyiatul Jamal Ala’ Syarh Al Minhaj, 411)* Syaikh Muhammad bin Qaasim Al Ghazzi, penulis Fathul Qaarib, berkata:
وجميع بدن المرأة الحرة عورة إلا وجهها وكفيها ، وهذه عورتها في الصلاة ، أما خارج الصلاة فعورتها جميع بدنها
“Seluruh badan wanita selain wajah dan telapak tangan adalah aurat.
Ini aurat di dalam shalat. Adapun di luar shalat, aurat wanita adalah
seluruh badan” (Fathul Qaarib, 19)* Ibnu Qaasim Al Abadi berkata:
فيجب ما ستر من الأنثى ولو رقيقة ما عدا الوجه والكفين . ووجوب سترهما في الحياة ليس لكونهما عورة ، بل لخوف الفتنة غالبًا
“Wajib bagi wanita menutup seluruh tubuh selain wajah telapak tangan,
walaupun penutupnya tipis. Dan wajib pula menutup wajah dan telapak
tangan, bukan karena keduanya adalah aurat, namun karena secara umum
keduanya cenderung menimbulkan fitnah” (Hasyiah Ibnu Qaasim ‘Ala Tuhfatul Muhtaaj, 3/115)* Taqiyuddin Al Hushni, penulis Kifaayatul Akhyaar, berkata:
ويُكره أن يصلي في ثوب فيه
صورة وتمثيل ، والمرأة متنقّبة إلا أن تكون في مسجد وهناك أجانب لا
يحترزون عن النظر ، فإن خيف من النظر إليها ما يجر إلى الفساد حرم عليها
رفع النقاب
“Makruh hukumnya shalat dengan memakai pakaian yang bergambar atau
lukisan. Makruh pula wanita memakai niqab (cadar) ketika shalat. Kecuali
jika di masjid kondisinya sulit terjaga dari pandnagan lelaki ajnabi.
Jika wanita khawatir dipandang oleh lelaki ajnabi sehingga menimbulkan
kerusakan, haram hukumnya melepaskan niqab (cadar)” (Kifaayatul Akhyaar, 181)Madzhab Hambali
* Imam Ahmad bin Hambal berkata:
كل شيء منها ــ أي من المرأة الحرة ــ عورة حتى الظفر
“Setiap bagian tubuh wanita adalah aurat, termasuk pula kukunya” (Dinukil dalam Zaadul Masiir, 6/31)* Syaikh Abdullah bin Abdil Aziz Al ‘Anqaari, penulis Raudhul Murbi’, berkata:
« وكل الحرة البالغة عورة
حتى ذوائبها ، صرح به في الرعاية . اهـ إلا وجهها فليس عورة في الصلاة .
وأما خارجها فكلها عورة حتى وجهها بالنسبة إلى الرجل والخنثى وبالنسبة إلى
مثلها عورتها ما بين السرة إلى الركبة
“Setiap bagian tubuh wanita yang baligh adalah aurat, termasuk pula sudut kepalanya. Pendapat ini telah dijelaskan dalam kitab Ar Ri’ayah…
kecuali wajah, karena wajah bukanlah aurat di dalam shalat. Adapun di
luar shalat, semua bagian tubuh adalah aurat, termasuk pula wajahnya
jika di hadapan lelaki atau di hadapan banci. Jika di hadapan sesama
wanita, auratnya antara pusar hingga paha” (Raudhul Murbi’, 140)* Ibnu Muflih berkata:
« قال أحمد : ولا تبدي
زينتها إلا لمن في الآية ونقل أبو طالب :ظفرها عورة ، فإذا خرجت فلا تبين
شيئًا ، ولا خُفَّها ، فإنه يصف القدم ، وأحبُّ إليَّ أن تجعل لكـمّها زرًا
عند يدها
“Imam Ahmad berkata: ‘Maksud ayat tersebut adalah, janganlah mereka (wanita) menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada orang yang disebutkan di dalam ayat‘.
Abu Thalib menukil penjelasan dari beliau (Imam Ahmad): ‘Kuku wanita
termasuk aurat. Jika mereka keluar, tidak boleh menampakkan apapun
bahkan khuf (semacam kaus kaki), karena khuf itu masih menampakkan lekuk kaki. Dan aku lebih suka jika mereka membuat semacam kancing tekan di bagian tangan’” (Al Furu’, 601-602)* Syaikh Manshur bin Yunus bin Idris Al Bahuti, ketika menjelaskan matan Al Iqna’ , ia berkata:
« وهما » أي : الكفان . « والوجه » من الحرة البالغة « عورة خارجها » أي الصلاة « باعتبار النظر كبقية بدنها »
“’Keduanya, yaitu dua telapak tangan dan wajah adalah aurat di luar
shalat karena adanya pandangan, sama seperti anggota badan lainnya” (Kasyful Qanaa’, 309)* Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata:
القول الراجح في هذه المسألة وجوب ستر الوجه عن الرجال الأجانب
“Pendapat yang kuat dalam masalah ini adalah wajib hukumnya bagi wanita untuk menutup wajah dari pada lelaki ajnabi” (Fatawa Nurun ‘Alad Darb, http://www.ibnothaimeen.com/all/noor/article_4913.shtml)Cadar Adalah Budaya Islam
Dari pemaparan di atas, jelaslah bahwa memakai cadar (dan juga jilbab) bukanlah sekedar budaya timur-tengah, namun budaya Islam dan ajaran Islam yang sudah diajarkan oleh para ulama Islam sebagai pewaris para Nabi yang memberikan pengajaran kepada seluruh umat Islam, bukan kepada masyarakat timur-tengah saja. Jika memang budaya Islam ini sudah dianggap sebagai budaya lokal oleh masyarakat timur-tengah, maka tentu ini adalah perkara yang baik. Karena memang demikian sepatutnya, seorang muslim berbudaya Islam.
Diantara bukti lain bahwa cadar (dan juga jilbab) adalah budaya Islam :
1. Sebelum turun ayat yang memerintahkan berhijab atau berjilbab, budaya masyarakat arab Jahiliyah adalah menampakkan aurat, bersolek jika keluar rumah, berpakaian seronok atau disebut dengan tabarruj. Oleh karena itu Allah Ta’ala berfirman:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ
“Hendaknya kalian (wanita muslimah), berada di rumah-rumah kalian
dan janganlah kalian ber-tabarruj sebagaimana yang dilakukan wanita
jahiliyah terdahulu” (QS. Al Ahzab: 33)Sedangkan, yang disebut dengan jahiliyah adalah masa ketika Rasulullah Shallalahu’alihi Wasallam belum di utus. Ketika Islam datang, Islam mengubah budaya buruk ini dengan memerintahkan para wanita untuk berhijab. Ini membuktikan bahwa hijab atau jilbab adalah budaya yang berasal dari Islam.
2. Ketika turun ayat hijab, para wanita muslimah yang beriman kepada Rasulullah Shallalahu’alaihi Wasallam seketika itu mereka mencari kain apa saja yang bisa menutupi aurat mereka. ‘Aisyah Radhiallahu’anha berkata:
مَّا نَزَلَتْ هَذِهِ
الْآيَةُ ( وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ ) أَخَذْنَ
أُزْرَهُنَّ فَشَقَّقْنَهَا مِنْ قِبَلِ الْحَوَاشِي فَاخْتَمَرْنَ بِهَا
“(Wanita-wanita Muhajirin), ketika turun ayat ini: “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada (dan leher) mereka.” (QS. Menunjukkan bahwa sebelumnya mereka tidak berpakaian yang menutupi aurat-aurat mereka sehingga mereka menggunakan kain yang ada dalam rangka untuk mentaati ayat tersebut.
Singkat kata, para ulama sejak dahulu telah membahas hukum memakai cadar bagi wanita. Sebagian mewajibkan, dan sebagian lagi berpendapat hukumnya sunnah. Tidak ada diantara mereka yang mengatakan bahwa pembahasan ini hanya berlaku bagi wanita muslimah arab atau timur-tengah saja. Sehingga tidak benar bahwa memakai cadar itu aneh, ekstrim, berlebihan dalam beragama, atau ikut-ikutan budaya negeri arab.
Gadis Cilik yang Hafal Al-Qur'an
Ini adalah sebuah kisah nyata tentang seorang anak kecil yang sangat mencintai Al Qur’an, Namanya Shafa’, gadis cilik Al-Jazair berusia 8thn sangat mencintai Al-Qur’an dan syaikh Sudais, Imam Masjidil Haram, sehingga ia juara 1 dalam musabaqoh Al-Qur’an tingkat Al-Jazair. Ia mampu meniru persisbacaan Syaikh Sudais, termasuk doa khatamul Qur’an. Saking cintanya ia pada Syekh Sudais, sampa ia tambahkan akhir namanya dengan Assudaisiyyah sehingga menjadi, Shafa’ Assudaisiyyah. Subhanallah…
Setiap saat ia meminta ibunya untuk menemukannya dengen syaikh Sudais. Karena dari keluarga miskin, rumah saja tidakpunya, ibunya selalu menghiburnya samabil mengatakan, insya Allah. Sampai pada suatu saat, Sahafa’ marah-marah dan menuduh ibunya berbohong terus dan tidak mau lagi membaca dan menghafal Al-Qur’an. Ibunyapun panik. Saatmelihat DR. Muhammad Assuwaini, pakar pendidikan dalam salah satu program TV lokal Al-Jazair, tiba-tiba saja hatinya tergerak untuk menelepon sang pakar dan menceritakan kasusnya. Ia mohon dihubungkan dengan Syaikh Sudais. Setelah Syaikh Sudais mendengar kisah tersebut,hati Beliau tergerak mengundangShafa’ dan kedua orang tuannya ke Madinah dan Makkah sebagaitamu kehormatannya.
Saat bertemu syaikh Sudais, Shafa diminta membacakan doa khatmul Qur’an. Shafa’pun melantunkannya persis seperti Syaikh Sudais. Beliau terharu sampai menangis. Akhirnya, Syaikh Sudais memutuskan untukmengambil Shafa’ menjadi anak angkatanya dan menyekolahkanya sampai ketingkat yang ia inginkan. Inilah secuil kemuliaan yang dilahirkan Al-Qur’an… Siapa yang ingin meraih kemuliaan Al-Qur’an, cintailah ia.. Selamat mencoba….
Senin, 30 Juli 2012
Apakah hukum cadar (menutup wajah) bagi wanita
Dalil yang Mewajibkan
Berikut ini akan kami paparkan secara ringkas dalil-dalil para ulama yang mewajibkan cadar bagi wanita.
Pertama, firman Allah subhanahu wa ta’ala:
وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka.” (QS. An Nur: 31)
Allah ta’ala memerintahkan wanita mukmin untuk memelihara kemaluan mereka, hal itu juga mencakup perintah melakukan sarana-sarana untuk memelihara kemaluan. Karena menutup wajah termasuk sarana untuk memelihara kemaluan, maka juga diperintahkan, karena sarana memiliki hukum tujuan. (Lihat Risalah Al-Hijab, hal 7, karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin, penerbit Darul Qasim).
Kedua, firman Allah subhanahu wa ta’ala:
وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا
“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka.” (QS. An Nur: 31)
Ibnu Mas’ud berkata tentang perhiasan yang (biasa) nampak dari wanita: “(yaitu) pakaian” (Riwayat Ibnu Jarir, dishahihkan oleh Syaikh Mushthafa Al Adawi, Jami’ Ahkamin Nisa’ IV/486). Dengan demikian yang boleh nampak dari wanita hanyalah pakaian, karena memang tidak mungkin disembunyikan.
Ketiga, firman Allah subhanahu wa ta’ala:
وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ
“Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada (dan leher) mereka.” (QS. An Nur: 31)
Berdasarkan ayat ini wanita wajib menutupi dada dan lehernya, maka menutup wajah lebih wajib! Karena wajah adalah tempat kecantikan dan godaan. Bagaimana mungkin agama yang bijaksana ini memerintahkan wanita menutupi dada dan lehernya, tetapi membolehkan membuka wajah? (Lihat Risalah Al-Hijab, hal 7-8, karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin, penerbit Darul Qasim).
Keempat, firman Allah subhanahu wa ta’ala:
وَلاَ يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَايُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ
“Dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.” (QS. An Nur: 31)
Allah melarang wanita menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasannya yang dia sembunyikan, seperti gelang kaki dan sebagainya. Hal ini karena dikhawatirkan laki-laki akan tergoda gara-gara mendengar suara gelang kakinya atau semacamnya. Maka godaan yang ditimbulkan karena memandang wajah wanita cantik, apalagi yang dirias, lebih besar dari pada sekedar mendengar suara gelang kaki wanita. Sehingga wajah wanita lebih pantas untuk ditutup untuk menghindarkan kemaksiatan. (Lihat Risalah Al-Hijab, hal 9, karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin, penerbit Darul Qasim).
Kelima, firman Allah subhanahu wa ta’ala:
وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَآءِ الاَّتِي لاَيَرْجُونَ نِكَاحًا فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَن يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ وَأَن يَسْتَعْفِفْنَ خَيْرٌ لَّهُنَّ وَاللهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. An Nur: 60)
Wanita-wanita tua dan tidak ingin kawin lagi ini diperbolehkan menanggalkan pakaian mereka. Ini bukan berarti mereka kemudian telanjang. Tetapi yang dimaksud dengan pakaian di sini adalah pakaian yang menutupi seluruh badan, pakaian yang dipakai di atas baju (seperti mukena), yang baju wanita umumnya tidak menutupi wajah dan telapak tangan. Ini berarti wanita-wanita muda dan berkeinginan untuk kawin harus menutupi wajah mereka. (Lihat Risalah Al-Hijab, hal 10, karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin, penerbit Darul Qasim).
Abdullah bin Mas’ud dan Ibnu Abbas berkata tentang firman Allah “Tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka.” (QS An Nur:60): “(Yaitu) jilbab”. (Kedua riwayat ini dishahihkan oleh Syaikh Mushthafa Al-Adawi di dalam Jami’ Ahkamin Nisa IV/523)
Dari ‘Ashim Al-Ahwal, dia berkata: “Kami menemui Hafshah binti Sirin, dan dia telah mengenakan jilbab seperti ini, yaitu dia menutupi wajah dengannya. Maka kami mengatakan kepadanya: “Semoga Allah merahmati Anda, Allah telah berfirman,
وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَآءِ الاَّتِي لاَيَرْجُونَ نِكَاحًا فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَن يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ
“Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan.” (QS. An-Nur: 60)
Yang dimaksud adalah jilbab. Dia berkata kepada kami: “Apa firman Allah setelah itu?” Kami menjawab:
وَأَن يَسْتَعْفِفْنَ خَيْرٌ لَّهُنَّ وَاللهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Dan jika mereka berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nur: 60)
Dia mengatakan, “Ini menetapkan jilbab.” (Riwayat Al-Baihaqi. Lihat Jami’ Ahkamin Nisa IV/524)
Keenam, firman Allah subhanahu wa ta’ala:
غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ
“Dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan.” (QS. An-Nur: 60)
Ini berarti wanita muda wajib menutup wajahnya, karena kebanyakan wanita muda yang membuka wajahnya, berkehendak menampakkan perhiasan dan kecantikan, agar dilihat dan dipuji oleh laki-laki. Wanita yang tidak berkehendak seperti itu jarang, sedang perkara yang jarang tidak dapat dijadikan sandaran hukum. (Lihat Risalah Al-Hijab, hal 11, karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al- ‘Utsaimin, penerbit: Darul Qasim).
Ketujuh, firman Allah subhanahu wa ta’ala:
يَآأَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلاَبِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلاَ يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللهُ غَفُورًا رَّحِيمًا
“Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab: 59)
Diriwayatkan bahwa Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu berkata, “Allah memerintahkan kepada istri-istri kaum mukminin, jika mereka keluar rumah karena suatu keperluan, hendaklah mereka menutupi wajah mereka dengan jilbab (pakaian semacam mukena) dari kepala mereka. Mereka dapat menampakkan satu mata saja.” (Syaikh Mushthafa Al-Adawi menyatakan bahwa perawi riwayat ini dari Ibnu Abbas adalah Ali bin Abi Thalhah yang tidak mendengar dari ibnu Abbas. Lihat Jami’ Ahkamin Nisa IV/513)
Qatadah berkata tentang firman Allah ini (QS. Al Ahzab: 59), “Allah memerintahkan para wanita, jika mereka keluar (rumah) agar menutupi alis mereka, sehingga mereka mudah dikenali dan tidak diganggu.” (Riwayat Ibnu Jarir, dihasankan oleh Syaikh Mushthafa Al-Adawi di dalam Jami’ Ahkamin Nisa IV/514)
Diriwayatkan Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu berkata, “Wanita itu mengulurkan jilbabnya ke wajahnya, tetapi tidak menutupinya.” (Riwayat Abu Dawud, Syaikh Mushthafa Al-Adawi menyatakan: Hasan Shahih. Lihat Jami’ Ahkamin Nisa IV/514)
Abu ‘Ubaidah As-Salmani dan lainnya mempraktekkan cara mengulurkan jilbab itu dengan selendangnya, yaitu menjadikannya sebagai kerudung, lalu dia menutupi hidung dan matanya sebelah kiri, dan menampakkan matanya sebelah kanan. Lalu dia mengulurkan selendangnya dari atas (kepala) sehingga dekat ke alisnya, atau di atas alis. (Riwayat Ibnu Jarir, dishahihkan oleh Syaikh Mushthafa Al-Adawi di dalam Jami’ Ahkamin Nisa IV/513)
As-Suyuthi berkata, “Ayat hijab ini berlaku bagi seluruh wanita, di dalam ayat ini terdapat dalil kewajiban menutup kepala dan wajah bagi wanita.” (Lihat Hirasah Al-Fadhilah, hal 51, karya Syaikh Bakar bin Abu Zaid, penerbit Darul ‘Ashimah).
Perintah mengulurkan jilbab ini meliputi menutup wajah berdasarkan beberapa dalil:
Makna jilbab dalam bahasa Arab adalah: Pakaian yang luas yang menutupi seluruh badan. Sehingga seorang wanita wajib memakai jilbab itu pada pakaian luarnya dari ujung kepalanya turun sampai menutupi wajahnya, segala perhiasannya dan seluruh badannya sampai menutupi kedua ujung kakinya.
Yang biasa nampak pada sebagian wanita jahiliah adalah wajah mereka, lalu Allah perintahkan istri-istri dan anak-anak perempuan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam serta istri-istri orang mukmin untuk mengulurkan jilbabnya ke tubuh mereka. Kata idna’ (pada ayat tersebut يُدْنِينَ -ed) yang ditambahkan huruf (عَلَي) mengandung makna mengulurkan dari atas. Maka jilbab itu diulurkan dari atas kepala menutupi wajah dan badan.
Menutupi wajah, baju, dan perhiasan dengan jilbab itulah yang dipahami oleh wanita-wanita sahabat.
Dalam firman Allah: “Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu”, merupakan dalil kewajiban hijab dan menutup wajah bagi istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak ada perselisihan dalam hal ini di antara kaum muslimin. Sedangkan dalam ayat ini istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam disebutkan bersama-sama dengan anak-anak perempuan beliau serta istri-istri orang mukmin. Ini berarti hukumnya mengenai seluruh wanita mukmin.
Dalam firman Allah: “Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.” Menutup wajah wanita merupakan tanda wanita baik-baik, dengan demikian tidak akan diganggu. Demikian juga jika wanita menutupi wajahnya, maka laki-laki yang rakus tidak akan berkeinginan untuk membuka anggota tubuhnya yang lain. Maka membuka wajah bagi wanita merupakan sasaran gangguan dari laki-laki nakal/jahat. Maka dengan menutupi wajahnya, seorang wanita tidak akan memikat dan menggoda laki-laki sehingga dia tidak akan diganggu.
(Lihat Hirasah Al-Fadhilah, hal 52-56, karya Syaikh Bakar bin Abu Zaid, penerbit Darul ‘Ashimah).
Kedelapan, firman Allah subhanahu wa ta’ala:
لاَّ جُنَاحَ عَلَيْهِنَّ فِي ءَابَآئِهِنَّ وَلآ أَبْنَآئِهِنَّ وَلآ إِخْوَانِهِنَّ وَلآ أَبْنَآءِ إِخْوَانِهِنَّ وَلآ أَبْنَآءِ أَخَوَاتِهِنَّ وَلاَ نِسَآئِهِنَّ وَلاَ مَامَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ وَاتَّقِينَ اللهَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ شَهِيدًا
“Tidak ada dosa atas istri-istri Nabi (untuk berjumpa tanpa tabir) dengan bapak-bapak mereka, anak-anak laki-laki mereka, saudara laki-laki mereka, anak laki-laki dari saudara laki-laki mereka, anak laki-laki dari saudara mereka yang perempuan, perempuan-perempuan yang beriman dan hamba sahaya yang mereka miliki, dan bertakwalah kamu (hai istri-istri Nabi) kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.” (QS. Al Ahzab: 55)
Ibnu Katsir berkata, “Ketika Allah memerintahkan wanita-wanita berhijab dari laki-laki asing (bukan mahram), Dia menjelaskan bahwa (para wanita) tidak wajib berhijab dari karib kerabat ini.” Kewajiban wanita berhijab dari laki-laki asing adalah termasuk menutupi wajahnya.
Kesembilan, firman Allah:
وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَسْئَلُوهُنَّ مِن وَرَآءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ
“Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.” (QS. Al Ahzab: 53)
Ayat ini jelas menunjukkan wanita wajib menutupi diri dari laki-laki, termasuk menutup wajah, yang hikmahnya adalah lebih menjaga kesucian hati wanita dan hati laki-laki. Sedangkan menjaga kesucian hati merupakan kebutuhan setiap manusia, yaitu tidak khusus bagi istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat saja, maka ayat ini umum, berlaku bagi para istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan semua wanita mukmin. Setelah turunnya ayat ini maka Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam menutupi istri-istri beliau, demikian para sahabat menutupi istri-istri mereka, dengan menutupi wajah, badan, dan perhiasan. (Lihat Hirasah Al-Fadhilah, hal: 46-49, karya Syaikh Bakar bin Abu Zaid, penerbit Darul ‘Ashimah).
Kesepuluh, firman Allah:
يَانِسَآءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِّنَ النِّسَآءِ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلاَ تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلاً مَّعْرُوفًا {32} وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلاَتَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ اْلأُوْلَى وَأَقِمْنَ الصَّلاَةَ وَءَاتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
“Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik. dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ta’atilah Allah dan Rasul-Nya.Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS. Al Ahzab: 32-33)
Ayat ini ditujukan kepada para istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tetapi hukumnya mencakup wanita mukmin, karena sebab hikmah ini, yaitu untuk menghilangkan dosa dan membersihkan jiwa sebersih-bersihnya, juga mengenai wanita mukmin. Dari kedua ayat ini didapatkan kewajiban hijab (termasuk menutup wajah) bagi wanita dari beberapa sisi:
Firman Allah: “Janganlah kamu tunduk dalam berbicara” adalah larangan Allah terhadap wanita untuk berbicara secara lembut dan merdu kepada laki-laki. Karena hal itu akan membangkitkan syahwat zina laki-laki yang diajak bicara. Tetapi seorang wanita haruslah berbicara sesuai kebutuhan dengan tanpa memerdukan suaranya. Larangan ini merupakan sebab-sebab untuk menjaga kemaluan, dan hal itu tidak akan sempurna kecuali dengan hijab.
Firman Allah: “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu” merupakan perintah bagi wanita untuk selalu berada di dalam rumah, menetap dan merasa tenang di dalamnya. Maka hal ini sebagai perintah untuk menutupi badan wanita di dalam rumah dari laki-laki asing.
Firman Allah: “Dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu” adalah larangan terhadap wanita dari banyak keluar dengan berhias, memakai minyak wangi dan menampakkan perhiasan dan keindahan, termasuk menampakkan wajah.
(Lihat Hirasah Al-Fadhilah, hal 39-44, karya Syaikh Bakar bin Abu Zaid, penerbit, Darul ‘Ashimah).
“Wahai Muslimah,,, Masuklah ke Surga dari Pintu Mana Saja Sesuai yang Engkau Kehendaki”.
Adalah penggalan dari
sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya dengan derajat hasan
sebagaimana dinyatakan oleh as-Syaikh Al-Albani dalam Adabuz Zafaf.
Hadits tersebut adalah :
Dari ‘Abdurrahman bin ‘Auf –radhiallahu’anhu berkata : Bahwa Rasulullah shallalahu’alaihi Wa sallam bersabda : Jika seorang wanita menjaga sholat lima waktu, puasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan mentaati suaminya maka dikatakan kepada wanita tersebut : “Masuklah ke surga dari pintu mana saja sesuai yang engkau kehendaki”.
Terdapat empat perkara yang seyogyanya untuk dijaga bagi setiap wanita muslimah, seperti yang disebutkan dalam hadits di atas. Satu perkara yang kita sampaikan di sini di antaranya adalah :
Menjaga sholat lima waktu.
Sholat lima waktu merupakan tiang agama, sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Mu’adz bin Jabal radhiallahu’anhu : Bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wa Sallam bersabda :
“Pokok dari seluruh perkara adalah islam, dan tiangnya adalah sholat, dan puncak tertinggi dari segala urusan tersebut adalah jihad”.
Amalan sholat adalah amalan yang pertama kali akan dihisab atas seorang hamba di hari kiamat kelak, sebagaimana disebutkan di dalam hadits Abu Hurairah: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wa Sallam bersabda :
Sesungguhnya pertama kali yang akan dihisab atas amalan seorang hamba pada hari kiamat nanti adalah sholatnya, kalau amalan sholat seorang hamba tersebut baik maka sungguh dia beruntung dan selamat….
aS-Syaikh Abdurrahman bin Nashir aS-Sa’di -rahimahullah- dalam tafsirnya pada surat al-Baqarah : 3 mengatakan : Allah tidak mengatakan (dan mereka mengerjakan sholat atau mendatangkan sholat), karena tidaklah cukup semata mendatangkan amalan sholat secara dhahir, maka dikatakan menegakkan sholat memiliki makna menegakkan secara dhahir dengan menyempurnakan rukun-rukunnya, hal-hal yang wajib beserta syarat-syaratnya, demikian pula memberi makna menegakkan secara batin dengan khusu’ dan menghadirkan hati di dalam sholat, memahami apa yang dibaca dan yang dikerjakannya.
Saat seorang wanita telah benar-benar suci dari haidh atau nifas maka hendaklah bersegera mandi kemudian menegakkan sholat pada waktunya, yang demikian ini adalah termasuk seorang wanita menjaga sholatnya. Demikian juga sebaliknya ketika jelas atas seorang wanita keluar darah haid maka di saat itu pula ia harus meninggalkan sholat, walaupun di tengah-tengah ia sedang mengerjakan sholat, yang demikian ini termasuk dalam kategori menjaga sholat.
Dengan menjaga penegakan sholat sungguh akan mencegah seseorang dari perbuatan fahsya’ (keji) dan kemungkaran. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Ta’aala :
وَأَقِمِ الصَّلَاةَ ۖ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ ۗ.
“Dan tegakkanlah sholat, sesungguhnya sholat itu akan mencegah dari perbuatan fahsya’ dan kemungkaran” (Al-‘Ankabut : 45)
Sholat demikian juga akan mensucikan bagi seorang yang mengerjakannya dari rendahnya akhlak dan sifat jelek. Sebagaimana termaktub di dalam firman Allah Ta’aala pada surat Al-Ma’aarij ayat 19-23.
“ Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah dan kikir. Apabila ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. Dan jika mendapatkan kebaikan ia amat kikir. Kecuali orang-orang yang menegakkan sholat. Yang mereka itu tetap mengerjakan sholat.
Demikian pula dinyatakan dalam firman Allah bahwa amalan sholat itu akan menghapuskan dosa dan kesalahan , serta seseorang akan tertolong dalam urusan agama dan dunianya itu dengan menegakkan sholat. Allah berfirman
وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ
artinya; “Dan jadikanlah penegakan sholat dan bersabar itu sebagai penolongmu (Al-Baqarah : 45).
Wallahu a’lam.
Dari ‘Abdurrahman bin ‘Auf –radhiallahu’anhu berkata : Bahwa Rasulullah shallalahu’alaihi Wa sallam bersabda : Jika seorang wanita menjaga sholat lima waktu, puasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan mentaati suaminya maka dikatakan kepada wanita tersebut : “Masuklah ke surga dari pintu mana saja sesuai yang engkau kehendaki”.
Terdapat empat perkara yang seyogyanya untuk dijaga bagi setiap wanita muslimah, seperti yang disebutkan dalam hadits di atas. Satu perkara yang kita sampaikan di sini di antaranya adalah :
Menjaga sholat lima waktu.
Sholat lima waktu merupakan tiang agama, sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Mu’adz bin Jabal radhiallahu’anhu : Bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wa Sallam bersabda :
“Pokok dari seluruh perkara adalah islam, dan tiangnya adalah sholat, dan puncak tertinggi dari segala urusan tersebut adalah jihad”.
Amalan sholat adalah amalan yang pertama kali akan dihisab atas seorang hamba di hari kiamat kelak, sebagaimana disebutkan di dalam hadits Abu Hurairah: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wa Sallam bersabda :
Sesungguhnya pertama kali yang akan dihisab atas amalan seorang hamba pada hari kiamat nanti adalah sholatnya, kalau amalan sholat seorang hamba tersebut baik maka sungguh dia beruntung dan selamat….
aS-Syaikh Abdurrahman bin Nashir aS-Sa’di -rahimahullah- dalam tafsirnya pada surat al-Baqarah : 3 mengatakan : Allah tidak mengatakan (dan mereka mengerjakan sholat atau mendatangkan sholat), karena tidaklah cukup semata mendatangkan amalan sholat secara dhahir, maka dikatakan menegakkan sholat memiliki makna menegakkan secara dhahir dengan menyempurnakan rukun-rukunnya, hal-hal yang wajib beserta syarat-syaratnya, demikian pula memberi makna menegakkan secara batin dengan khusu’ dan menghadirkan hati di dalam sholat, memahami apa yang dibaca dan yang dikerjakannya.
Saat seorang wanita telah benar-benar suci dari haidh atau nifas maka hendaklah bersegera mandi kemudian menegakkan sholat pada waktunya, yang demikian ini adalah termasuk seorang wanita menjaga sholatnya. Demikian juga sebaliknya ketika jelas atas seorang wanita keluar darah haid maka di saat itu pula ia harus meninggalkan sholat, walaupun di tengah-tengah ia sedang mengerjakan sholat, yang demikian ini termasuk dalam kategori menjaga sholat.
Dengan menjaga penegakan sholat sungguh akan mencegah seseorang dari perbuatan fahsya’ (keji) dan kemungkaran. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Ta’aala :
وَأَقِمِ الصَّلَاةَ ۖ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ ۗ.
“Dan tegakkanlah sholat, sesungguhnya sholat itu akan mencegah dari perbuatan fahsya’ dan kemungkaran” (Al-‘Ankabut : 45)
Sholat demikian juga akan mensucikan bagi seorang yang mengerjakannya dari rendahnya akhlak dan sifat jelek. Sebagaimana termaktub di dalam firman Allah Ta’aala pada surat Al-Ma’aarij ayat 19-23.
“ Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah dan kikir. Apabila ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. Dan jika mendapatkan kebaikan ia amat kikir. Kecuali orang-orang yang menegakkan sholat. Yang mereka itu tetap mengerjakan sholat.
Demikian pula dinyatakan dalam firman Allah bahwa amalan sholat itu akan menghapuskan dosa dan kesalahan , serta seseorang akan tertolong dalam urusan agama dan dunianya itu dengan menegakkan sholat. Allah berfirman
وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ
artinya; “Dan jadikanlah penegakan sholat dan bersabar itu sebagai penolongmu (Al-Baqarah : 45).
Wahai Muslimah,,,, Mengapa Kau Biarkan Wajahmu "Dinikmati" Lawan Jenismu
............................................................
Pernah ada seorang laki-laki Curhat ke Ana, Beliau GELISAH dengan kondisi "Wanita-Wanita" yang suka menampakan foto-fotonya di FB. terlihat begitu kecewa melihat realita yang terjadi di kalangan kaum hawa saat ini Dengan nada lirih, mungkin dari lubuk hatinya yang terdalam, beliau menyampaikan "saya tidak TERTARIK dengan Wanita-wanita yang memajang fotonya di FB, harusnya mereka bisa lebih menjaga, bukan calon pasangan IDEAL karena BELUM BISA menjaga IZAHNYA (Kehormatannya) dan membiarkan kecantikanya dinikmati oleh orang-orang yang TIDAK BERHAK"
..........................................................
Seorang Wanita yang menampakkan foto dirinya di internet mungkin telah melanggar larangan untuk tidak tabarruj dan sufur. Tabarruj artinya seorang wanita menampakkan sebagian anggota tubuhnya atau perhiasannya di hadapan laki-laki asing. Sedangkan Sufur adalah seorang wanita menampak-nampakkan wajah di hadapan lelaki lain. Oleh karena itu Tabarruj lebih umum cakupannya daripada sufur, karena mencakup wajah dan anggota tubuh lainnya.
Tabarruj diharamkan dalam syariat berdasarkan ayat al-Qur’an dan juga hadits, antara lain: “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu.” (QS. Al-Ahzab: 33)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ada dua kelompok penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: kaum yang membawa cemeti seperti ekor sapi yang memukuli orang-orang dengannya dan para wanita yang berbaju tapi mereka telanjang, berlenggak lenggok kepala mereka bagaikan punuk unta yang bergoyang. Wanita-wanita itu tidak masuk surga dan tidak mendapatkan baunya padahal bau surga bisa tercium sejauh sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 3971 & 5098)
Apabilaseorang Wanita menampakkan gambar dirimu di internet lalu dimanakah esensi hijab sebagai al Haya’ (RASA MALU). Sebagai seorang muslimah sejati, tentulah saudariku akan berpikir ribuan kali untuk melakukan hal yang demikian. Padahal Rasullullah Shallallahu’alaih wa sallam bersabda yang artinya: “Sesungguhnya setiap agama itu memiliki akhlaq dan akhlaq Islam adalah malu” sabda beliau yang lain; “Malu adalah bagian dari Iman dan Iman tempatnya di Surga”.
Allah Azza wa Jalla juga menjadikan kewajiban berhijab sebagai tanda ‘Iffah (menahan diri dari maksiat) dalam firman-Nya, "Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Al Ahzab: 59)
Itu karena mereka menutupi tubuh mereka untuk menghindari dan menahan diri dari perbuatan jelek (dosa), karena itu “mereka tidak diganggu”. Maka orang-orang fasik tidak akan mengganggu mereka. Dan pada firman Allah “karena itu mereka tidak diganggu” sebagai isyarat bahwa mengetahui keindahan tubuh wanita adalah suatu bentuk gangguan baerupa fitnah dan kejahatan bagi mereka. Wallahua’lam
Maka pertanya terakhir, Sudah siapkah anda MENEKAN DELETE BUTTON di FB anda (saudariku)?
Ridhokah laki-laki yang sudah dipersiapkan Allah untuk menjadi pasangan hidupmu?
karena mereka lah yang berhak terhadap kecantikan yang kamu miliki.
Jawabnya: itu hak anda, kami hanya menyampaikan,
walahu a'lam
Pernah ada seorang laki-laki Curhat ke Ana, Beliau GELISAH dengan kondisi "Wanita-Wanita" yang suka menampakan foto-fotonya di FB. terlihat begitu kecewa melihat realita yang terjadi di kalangan kaum hawa saat ini Dengan nada lirih, mungkin dari lubuk hatinya yang terdalam, beliau menyampaikan "saya tidak TERTARIK dengan Wanita-wanita yang memajang fotonya di FB, harusnya mereka bisa lebih menjaga, bukan calon pasangan IDEAL karena BELUM BISA menjaga IZAHNYA (Kehormatannya) dan membiarkan kecantikanya dinikmati oleh orang-orang yang TIDAK BERHAK"
..........................................................
Seorang Wanita yang menampakkan foto dirinya di internet mungkin telah melanggar larangan untuk tidak tabarruj dan sufur. Tabarruj artinya seorang wanita menampakkan sebagian anggota tubuhnya atau perhiasannya di hadapan laki-laki asing. Sedangkan Sufur adalah seorang wanita menampak-nampakkan wajah di hadapan lelaki lain. Oleh karena itu Tabarruj lebih umum cakupannya daripada sufur, karena mencakup wajah dan anggota tubuh lainnya.
Tabarruj diharamkan dalam syariat berdasarkan ayat al-Qur’an dan juga hadits, antara lain: “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu.” (QS. Al-Ahzab: 33)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ada dua kelompok penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: kaum yang membawa cemeti seperti ekor sapi yang memukuli orang-orang dengannya dan para wanita yang berbaju tapi mereka telanjang, berlenggak lenggok kepala mereka bagaikan punuk unta yang bergoyang. Wanita-wanita itu tidak masuk surga dan tidak mendapatkan baunya padahal bau surga bisa tercium sejauh sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 3971 & 5098)
Apabilaseorang Wanita menampakkan gambar dirimu di internet lalu dimanakah esensi hijab sebagai al Haya’ (RASA MALU). Sebagai seorang muslimah sejati, tentulah saudariku akan berpikir ribuan kali untuk melakukan hal yang demikian. Padahal Rasullullah Shallallahu’alaih wa sallam bersabda yang artinya: “Sesungguhnya setiap agama itu memiliki akhlaq dan akhlaq Islam adalah malu” sabda beliau yang lain; “Malu adalah bagian dari Iman dan Iman tempatnya di Surga”.
Allah Azza wa Jalla juga menjadikan kewajiban berhijab sebagai tanda ‘Iffah (menahan diri dari maksiat) dalam firman-Nya, "Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Al Ahzab: 59)
Itu karena mereka menutupi tubuh mereka untuk menghindari dan menahan diri dari perbuatan jelek (dosa), karena itu “mereka tidak diganggu”. Maka orang-orang fasik tidak akan mengganggu mereka. Dan pada firman Allah “karena itu mereka tidak diganggu” sebagai isyarat bahwa mengetahui keindahan tubuh wanita adalah suatu bentuk gangguan baerupa fitnah dan kejahatan bagi mereka. Wallahua’lam
Maka pertanya terakhir, Sudah siapkah anda MENEKAN DELETE BUTTON di FB anda (saudariku)?
Ridhokah laki-laki yang sudah dipersiapkan Allah untuk menjadi pasangan hidupmu?
karena mereka lah yang berhak terhadap kecantikan yang kamu miliki.
Jawabnya: itu hak anda, kami hanya menyampaikan,
IFTITAH
Bismillah ar-Rahman ar-Rahim,
Atas saran beberapa sahabat yang saya kenal melalui blog, maka hari
ini saya menciptakan blog saya sebagai wahana komunikasi, bertukar
pikiran secara jernih, intelektual dan simpatik, atas dasar prinsip
saling hormat-menghormati.
Melalui blog ini, saya ingin berbagai
pemikiran, pengalaman dan gagasan, yang barangkali akan bermanfaat untuk
menambah wawasan dalam menyikapi berbagai peristiwa yang terjadi di
sekitar kita.
Apa yang saya ungkapkan, mungkin saja bersifat subyektif, karena
didasarkan pada titik pandang, falsafah dan keyakinan keagamaan yang
saya anut. Saya menyadari bahwa “subyektifitas” dan “obyektifitas”
adalah problema abadi dalam filsafat ilmu pengetahuan, yang telah
diperdebatkan berabad-abad lamanya dan tak kunjung selesai. Namun apa
yang saya ungkapkan, tetaplah saya dasarkan atas niat dan iktikad baik,
agar kita dapat mencari alternatif yang kita anggap terbaik, yang
selanjutnya mungkin akan menuntun sikap batin, sikap intelektual dan
mungkin pula prilaku kita dalam bertindak.
Saya sendiri, hanyalah seorang hamba Allah yang dhaif. Saya dilahirkan di Lampung, tepatnya di daerah Kalirejo 20 Januari 1989. Saya anak kedua dari tiga bersaudara (laki semua lo,,,, " mantap kan,,,,,,,")
Pendidikan saya, mulai dari Sekolah Dasar, Menengah dan Menengah Atas, saya selesaikan di Lampung, (Alhamdulillah ya,,, bisa sekolah...). Karena rasa ingin selalu belajar yang tinggi pada diri saya (Ge_eR nie...), saya putuskan setelah SMA merantau ke pulau Jawa. Tepatnya di daerah Bogor, saya mendapatkan beasiswa full di STAI al-Hidayah, untuk Strata 1 prodi Tafsir hadits. Dua tahun belajar di Kota Hujan ini, saya mendapat beasiswa untuk belajar di Timur Tengah, tepatnya di negara Yaman, Namun karena situasi politik di hampir seluruh negara Muslim saat itu sedang kacau, (termasuk Yaman ), kami, pelajar Indonesia harus dipulangkan oleh KBRI (untuk negara Yaman) ke Indonesia (padahal saya sendiri baru menginjak semester ke-2 lo..."menyedihkan"). Tetapi Alhamdullah sepulang dari Yaman bisa melanjutkan ke STAI al-Hidayah lagi, dan juga mendapatkan beasiswa di Institute of Islamic and Arabic Sciences in Indonesia yang berlokasi di bilangan Jakarta Selatan, Pasar Minggu.
Itulah sekedar perkenalan diri saya. Saya tidak bermaksud berpanjang
kalam dengan perkenalan itu. Mohon maaf kalau ada hal yang nampak
dilebih-lebihkan, dan mohon maaf pula, kalau banyak hal yang tidak
diuraikan.
Akhirnya, melalui blog ini, saya akan mencoba untuk menuangkan
pemikiran-pemikiran saya, perasaan saya dan tanggapan saya terhadap
berbagai peristiwa kemanusiaan yang terjadi di sekitar kita. Saya mohon
maaf, kalau nanti saya mengemukakan hal-hal yang menyangkut diri saya
sendiri. Untuk berkomunikasi, saya mengajak menggunakan Bahasa
Indonesia, (bisa juga ) sedikit Inggris, sedikit Arab.
Atas segala tanggapan, komentar dan masukan berharga dari semua teman yang berminat dengan blog ini, saya ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh
Langganan:
Postingan (Atom)