Orang-orang yang berilmu agama adalah orang yang kucari di setiap tempat. Mereka adalah tujuan yang selalu kucari. Dan aku menemukan keshalihan hatiku di dalam bergaul dengan mereka.
PROF. Dr. Sayyid Muhammad Al-Maliki, ulama besar dari kota Makkah, dalam bukunya Adabul Islam Fi Nidzaamil Usrah, mengetengahkan
adab, etika, dan akhlak pasangan suami-istri dalam berkeluarga.
Dalam
bukunya dijelaskan tentang pentingnya akhlak pergaulan baik dari pihak
suami maupun istri. Keduanya sama-sama memiliki kewajiban dan keharusan
untuk menjadikan akhlak rumah tangga nabi sebagai pedoman paripurna.
Bagi seorang suami hal pertama yang wajib diketahui dalam mempergauli istri adalah mengedepankan sikap welas asih, cinta, dan kelembutan.
Dalam Al-Qur`an, Allah berfirman;
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئاً وَيَجْعَلَ اللّهُ فِيهِ خَيْراً كَثِيرا
“Dan bergaullah dengan mereka (para istri) secara patut, kemudian
bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu
tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang
banyak.” (Qs. An-Nisa` : 19)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam bersabda, seperti diriwayatkan oleh Ibnu Majah, “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya,
dan aku adalah orang yang paling baik perlakuannya kepada keluargaku.”
Kedua, Sebagai seorang kepala keluarga, suami
dianjurkan untuk memperlakukan istri dan anak-anaknya dengan kasih
sayang dan menjauhkan diri dari sikap kasar.
Adakalanya seorang suami menjadi tokoh terpandang di tengah
masyarakat, ia mampu dan pandai sekali berlemah lembut dalam tutur kata,
sopan dalam perbuatan tapi gagal memperlakukan keluarganya sendiri
dengan sikapnya saat berbicara kepada masyarkat.
Ketiga, seorang suami sangat membutuhkan pasokan
kesabaran agar ia tangguh dalam menghadapi keadaan yang tidak
mengenakkan. Suami tangguh adalah suami yang tidak mudah terpancing
untuk lekas naik pitam saat melihat hal-hal yang kurang tepat demi cinta
dan rasa sayangnya kepada istri.
Betapa sabarnya Rasulullah sebagai seorang suami dalam mengurusi para istrinya. Begitu sabarnya, sampai-sampai sebagai sahabat beliau mengatakan, “Tidak pernah aku melihat seseorang yang lebih pengasih kepada keluarganya melebihi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam.” (HR. Muslim).
Contoh seorang suami yang penyayang lainnya dapat kita simak dari
kisah Sayidina Umar bin Khaththab Ra. Beliau yang terkenal ketegasan
dan sikap kerasnya dalam mengahadapi kemunkaran, pernah berkata saat
didatangi oleh orang Badui yang akan mengadukan sikap cerewet istrinya.
Di saat bersamaan, Umar pun baru saja mendapat omelan dari istri dengan
suara yang cukup keras.
Umar memberi nasihat kepada si Badui, “Wahai saudaraku semuslim,
aku berusaha menahan diri dari sikap (istriku) itu, karena dia memiliki
hak-hak atas istriku. Aku berusaha untuk menahan diri meski sebenarnya
aku bisa saya menyakitinya (bersikap keras) dan memarahinya. Akan
tetapi, aku sadar bahwa tidak ada orang yang memuliakan mereka (kaum
wanita), selain orang yang mulia dan tidak ada yang merendahkan mereka
selain orang yang suka menyakiti. Aku sangat ingin menjadi orang yang
mulia meski aku kalah (dari istriku), dan aku tidak ingin menjadi orang
yang suka menyakiti meski aku termasuk orang yang menang.”
Umar meneruskan nasihatnya, “Wahai Saudaraku orang Arab, aku
berusaha menahan diri, karena dia (istriku) memiliki hak-hak atas
diriku. Dialah yang memasak makanan untukku, membuatkan roti untukku,
membuatkan roti untukku, menyusui anak-anakku, dan mencucui baju-bajuku.
Sebesar apapun kesabaranku terhadap sikapnya, maka sebanyak itulah
pahala yang aku terima.”
Keempat, seorang suami hendaknya mampu mencandainya.
Adanya canda dan tawa dalam kehidupan berumah tangga lazim selalu
dilakukan. Bayangkan apa yang terjadi jika pasangan suami-istri melalui
hari-harinya tanpa canda. Lambat laun rumah tangganya menjadi bak areal
pemakaman yang sepi, senyap, hampa.
Suami yang ingin menunaikan hak-hak istrinya akan berusaha mengundang
canda, gurauan, yang mencairkan suasana dengan senyum dan tawa;
berusaha untuk bermain perlombaan dengan istri seperti yang dilakukan
Rasulullah kepada istrinya Aisyah Ra.
Dalam diri setiap manusia terdapat sifat kekanak-kanakan, khususunya
pada diri seorang wanita. Istri membutuhkan sikap manja dari suaminya
dan karenanya jangan ada yang menghalangi sikap manja seorang suami
untuk istrinya.
Maurice J. Elias Ph. D dkk dalam bukunya Emotionally Intelligent Parenting: How to Rise a Self-Disiplined, Responsible, Socially Skilled Child, menyinggung
fungsi humor dalam proses kimiawi dan psikologis tubuh kita. “Humor
kecil sehari-hari seperti vitamin ampuh untuk membangun dan
mempertahankan kemampuan Anda secara positif menanggapi tugas-tugas
keayahbundaan dan tantangan hidup lainnya.”
Menyisipkan humor dalam hubungan dengan pasangan dan anak-anak,
menurut Maurice, dimaksudkan untuk menjaga agar kita tetap dalam
kerangka berpikir optimis. “Cobalah melakukan hal-hal yang bisa membawa
Anda ke dalam suasana humor setiap hari, meskipun hanya sebentar. Kalau
tidak bisa setiap hari, coba sesering yang bisa Anda lakukan,” pesannya
dalam buku yang telah dialih bahasakan berjudul Cara-cara Efektif Mengasuh Anak dengan EQ.
Akhlak Seorang Istri
Adapun kewajiban bagi pihak istri adalah tidak akan membebani
suaminya dengan hal-hal yang tidak sanggup ia kerjakan dan tidak
menuntut sesuatu yang lebih dari kebutuhan. Sikap ini dapat menjadi
bantuan untuk suami dalam urusan finansial.
Alangkah mulianya seorang wanita yang berjiwa qana`ah, cermat
dalam membelanjakan harta demi mencukupi suami dan anak-anaknya. Dahulu
kala, para wanita kaum salaf memberi wejangan kepada suami atau
ayahnya, “Berhatilah-hatilah engkau dari memperoleh harta yang tidak
halal. Kami akan sanggup menahan rasa lapar namun kami tak akan pernah
sanggup merasakan siksa api neraka.” Inilah akhlak pertama bagi pihak istri.
Kedua, istri shalihah adalah istri yang berbakti
kepada suaminya, mendahulukan hak suami sebelum hak dirinya dan
kerabat-kerabatnya. Termasuk dalam masalah taat kepada suami adalah
berlaku baik pada ibu mertua.
Ketiga, istri sebagai guru pertama bagi anak-anak,
hendaknya mendidik mereka dengan pendidikan yang baik, memperdengarkan
kata-kata yang baik, mendoakan mereka dengan doa yang baik pula.
Semuanya itu merupakan implementasi bakti istri kepada suaminya.
Keempat, karakter istri dengan adab baik adalah
tidak mengadukan urusan rumah tangga dan mengungkit-ungkit perkara yang
pernah membuat diri si istri sakit hati dalam pelbagai forum. Hal yang
sering terjadi pada diri seorang wanita yaitu menceritakan keadaan buruk
yang pernah menimpanya kepada orang lain. Seakan dengan menceritakan
masalah yang melilit dirinya urusan akan terselesaikan. Namun yang
terjadi sebaliknya, keburukan dan aib keluarga justru menjadi konsumsi
orang banyak, nama baik suami dan keluarga terpuruk, dan jalan keluar
tak kunjung ditemukan.
Bentuk adab kelima, tidak keluar dari rumahnya
tanpa memperoleh izin terlebih dahulu dari suami. Mengenai hal ini, Nabi
telah mewanti-wanti dengan bersabda, “Hendaknya seorang wanita
(istri) tidak keluar dari rumah suaminya kecuali dengan seizin suami.
Jika ia tetap melakukannya (keluar tanpa izin), Allah dan malaikat-Nya
melaknati sampai ia bertaubat atau kembali pulang ke rumah.” (HR. Abu Dawud, Baihaqi, dan Ibnu `Asakir dari Abdullah bin Umar).
Demikian halnya dalam masalah ibadah non-wajib seperti puasa sunnah,
hendaknya seorang istri tidak melakukannya kecuali setelah suami memberi
izin.
Betapa indah kehidupan pasangan suami-istri yang menjadikan rumah
tangga Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassalam sebagai titik singgung
dalam menghidupkan hubungan harmonis. Tidak ada yang sempurna dari
pribadi pria sebagai suami dan wanita sebagai istri. Kelebihan dan
kekurangan pasti adanya. Suami-istri yang sadar antara hak dan
kewajibannya akan melahirkan generasi penerus kehidupan manusia yang
saleh, pribadi bertakwa, dan menjadikan ridha Allah sebagai tujuan
utama.
Membina rumah tangga bahagia perlu keterampilan, kepandaian, dan
kebijakan pengelolalnya. Masing-masing pasangan dituntut untuk pandai
dan bijak mengelola rumah tangga keduanya, pandai dan bijak mengelola
hubungan dengan buah hati mereka, pandai dan bijak mengatur waktu antara
bekerja dan bercengkrama dengan pasangannya, pandai dan bijak mengelola
keuangannya, bahkan pandai dan bijak mengelola cintanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar